Saya akan melakukan apa saja demi Merpati
MEMIKUL utang segunung tidak menyurutkan langkah PT Merpati Nusantara Airlines berbenah. Selain bakal mendapat pinjaman dari pemerintah, manajemen maskapai pelat merah ini telah melakukan serangkaian perbaikan. Untuk mengetahuinya, wartawan KONTAN Yudo Widiyanto menemui Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines Sardjono Jhony Tjitrokusumo. Dari sisi keuangan, kinerja PT Merpati Nusantara Airlines mulai merosot sejak enam tahun lalu. Banyak orang mempertanyakan apa penyebabnya.Menurut saya, biang keladi kemunduran Merpati terletak pada kualitas sumber daya manusianya. Artinya, ini termasuk saya yang pernah menjadi pilot perusahaan ini.
Saat itu, kami menganggap Merpati bisa terbang selamanya. Sebagai perusahaan negara, Merpati tidak mungkin rugi, apalagi tutup. Imbasnya, para karyawan dan direksi berleha-leha serta bermental birokrat.
Setelah maskapai swasta mulai merangsek industri penerbangan, kami mulai sadar dan merasa tersaingi. Mau tidak mau, Merpati harus bisa bersaing dengan maskapai swasta dalam negeri, bahkan asing.
Kelemahan lain yang turut membuat kinerja Merpati terpuruk adalah banyaknya kebijakan pengembangan Merpati yang bernuansa politis. Misalnya, pembelian pesawat sama sekali tidak memperhatikan faktor ekonomis. Dan, pada akhirnya, ini langsung membebani keuangan Merpati.
Faktor lainnya, rute penerbangan Merpati sangat terbatas dan masih sedikit. Selama ini, kami lebih banyak melayani rute ke Indonesia bagian Timur. Rute-rute tersebut punya tingkat keuntungan (yield) yang rendah. Sedangkan maskapai lain banyak membuka rute di kawasan Indonesia Barat yang tergolong jalur gemuk.
Hal ini semakin diperparah dengan usia pesawat Merpati yang sudah berumur. Akibatnya, on-time performance (tingkat ketepatan waktu terbang) Merpati rendah. Dampaknya pun bisa ditebak. Jumlah penumpang Merpati semakin turun. Ujung-ujungnya, pendapatan kami pun jadi merosot.
Pendapatan yang makin turun membuat beban keuangan Merpati semakin berat. Utang-utang yang semestinya dibayar Merpati menjadi terabaikan.
Bayangkan, hingga saat ini, Merpati mempunyai utang sebesar Rp 3 triliun. Padahal, aset yang kami punyai cuma Rp 400 miliar. Kami sudah mati-matian membayar utang ini. Sejumlah aset Merpati seperti gedung sudah kami jual. Tetapi, tetap saja, itu tidak cukup.
Sulit untuk menggambarkan dengan kata-kata kondisi Merpati saat ini. Benar-benar sudah berdarah-darah.
Meski begitu, kami tidak akan lari dari utang. Kami berjanji tidak akan mengemplang utang lagi. Kami minta maaf secara tulus kepada pengucur kredit, terutama PT Pertamina. yang memberi utang Rp 250 miliar kepada Merpati dan hingga sekarang belum kami bayar.
Kalau ada kreditur yang menagih utang Merpati, kami tidak akan menghindar lagi. Kami akan berdialog dengan mereka untuk memberikan solusi terkait utang kami.
Kami tidak akan membuat kreditur kesal. Kami akan jujur menjelaskan, kondisi keuangan Merpati saat ini memang belum bisa membayar utang.
Cara penyampaian seperti ini kami anggap penting supaya tidak lagi menghabiskan waktu dengan menyalahkan kondisi Merpati. Lebih baik kami berkonsentrasi memperbaiki kinerja Merpati.
Serang atau dibunuh
Sebetulnya, kami tengah menantikan pinjaman dari Perusahaan Pengelola Aset (PPA) yang berencana mengucurkan sebesar Rp 310 miliar bulan ini.
Namun, kami mewanti-wanti, jika bantuan pemerintah ini tidak jadi mengucur, bukan berarti itu langsung menyandera langkah kami untuk memperbaiki kinerja Merpati. Saat ini, kami sedang melakukan perbaikan.
Misalnya, kami mengganti pesawat lama pesawat dengan baru (replace). Merpati juga membuka rute yang lebih menguntungkan hingga kami bisa mendapatkan untung kembali. Cara ini akan kami lakukan secara terus-menerus dan berulang-ulang sampai masalah keuangan Merpati teratasi.
Untuk itu, kami sudah mengambil langkah. Misalnya, mengubah mental birokrat menjadi mental yang siap bersaing.
Ini sudah kami lakukan saat menandatangani perjanjian jual beli 13 pesawat MA 60 buatan Xian Aircraft asal China. Dalam perjanjian itu, ada lampiran kertas yang berbunyi jika proyek ini gagal, Direktur Merpati bertanggungjawab. Kalau menyerempet masalah keuangan harta pribadi direksi bisa disita.
Kami berani membuat pernyataan ini karena tujuan kami adalah ingin betul-betul membuat Merpati menjadi lebih baik. Inilah ultimate goal saya. Terlebih, Merpati seratus persen milik Indonesia. Tentu, ada rasa nasionalisme yang besar.
Saya akan melakukan apa saja untuk Merpati. Mau disuruh koprol, oke. Mau disuruh jungkir balik, boleh. Mau disuruh loncat macan pun, saya menyanggupi.
Sebab, persaingan di bisnis penerbangan sudah sangat ketat. Persaingannya sudah bersifat menyerang. Kill or to be killed. Menyerang atau dibunuh.
Saat ini, kami tidak bisa lagi mengandalkan pemasaran tiket lewat telepon. Kami harus lebih efektif lagi berjualan tiket di lapangan. Petugas pemasaran di lapangan (front liner) harus bergerak jemput bola. Jadi tidak bisa lagi berdiam diri sambil mengandalkan reservasi saja.
Saya sempat punya ide liar. Jika jasa calo diperbolehkan, saya bersedia pakai calo. Pasalnya para calo tiket itu jualannya sangat agresif. Gagasan ini sempat saya tuangkan ke tim manajemen supaya bisa memaksimalkan kinerja di lapangan.
Kami juga melakukan perombakan struktur organisasi supaya lebih efektif dan efisien. Sebelumnya, Merpati mempunyai 24 general manager. Nantinya, jumlah itu bakal kami pangkas menjadi 15 general manager saja. Saat ini, struktur sedang dalam proses perombakan.
Selain dari dalam, kami juga sedang mencari para profesional di dunia penerbangan dari eksternal perusahaan. Namun, calon kader pimpinan yang bakal kami pilih adalah yang sudah memiliki pengalaman kerja di Merpati.
Kami berharap program pemangkasan organisasi ini bisa membuat beban biaya Merpati berkurang. Tapi, saya siap bertanggungjawab jika ada gejolak akibat program ini.
Lewat beberapa program yang sedang kami kerjakan, kami menargetkan kinerja Merpati bakal membaik. Sebelum saya masuk, Merpati menorehkan kerugian Rp 78 miliar tahun lalu. Sebetulnya, kami sudah memotivasi tim manajemen supaya bisa mendapatkan keuntungan hingga Rp 100 miliar, sehingga kami bisa mengompensasi kerugian tahun lalu dan rapor Merpati bisa langsung biru sebesar Rp 20 miliar lebih.
Namun, kami tidak mau muluk-muluk bicara soal untung. Target kami tahun ini adalah Merpati tidak rugi lebih dulu. Karena, kami sedang melakukan program pemulihan (recovery) mulai 2010 sampai 2012. Pada periode ini, Merpati tidak perlu membayar utang.
Nah, setelah Merpati bisa belajar jalan dan olahraga ringan, kami menargetkan Merpati bisa mencapai pendapatan sebesar Rp 200 miliar saban tahunnya. Artinya, kami menargetkan Merpati sudah bisa untung pada sekitar tahun 2013–2015.
Setelah melalui tahap ini, Merpati bisa bersolek diri. Kami targetkan, pada 2016–2017, Merpati bisa bersiap diri mengikuti program privatisasi dan bisa go public di tahun 2017.
No comments:
Post a Comment