Tuesday, 15 March 2011

Tri Sunoko - Direktur Utama PT Angkasa Pura II

Kamis, 30 September 2010

Saya menerapkan strategi dengan manajemen stres

Begitu menjabat Chief Executive Officer (CEO) PT Angkasa Pura II, Tri Sunoko langsung menghadapi masalah: matinya listrik dan radar di Bandara Soekarno-Hatta. Insiden ini mengundang kontroversi di kalangan masyarakat. Publik pun menyalahkan Angkasa Pura II. Kepada jurnalis KONTAN Yudo Widiyanto, Kamis (16/9) lalu, Tri memaparkan strateginya mengelola bandara hingga rencana membangun bandara kelas dunia.  

Dulu, sebagai Direktur Angkutan Udara di Kementerian Perhubungan, saya banyak melontarkan kritik kepada Angkasa Pura II. Semua hal, mulai dari masalah kotoran di toilet, delay pesawat, hingga  pelayanan, saya kritik. Ini karena kementerian saya hanya membuat kebijakan (policy) dan pengawasan. Salah satu yang saya bidik adalah pengelolaan bandara oleh Angkasa Pura II.

Tapi, sekarang, saya ada di posisi sebaliknya. Saya merasakan langsung apa yang dikeluhkan masyarakat dan pengguna jasa. Jadi, dulu saya pengkritik, sekarang saya banyak menuai kritik.

Ini yang saya alami ketika lampu bandara dan radar mati di Bandara Soekarno-Hatta beberapa yang waktu lalu. Ketika itu, rentang waktu bandara mati lampu hanya terjadi dalam kurun waktu dua detik saja. Tapi, sorotan mata dunia langsung tertuju kepada kami.

Saya tidak mau membela diri. Namun, masalah di semua sektor transportasi sebenarnya lebih kompleks. Lalu, mengapa kami yang menjadi sorotan? Ini karena sektor transportasi memang sensitif, khususnya bandara.

Terus terang, kejadian itu membuat saya stres. Baru menjabat sebagai direktur utama sudah langsung ada insiden ini. Berbeda dengan sebelumnya saat di kementerian, saya bisa bernapas tenang. Sekarang, baru melek dari tempat tidur, saya sudah dag-dig-dug dan langsung berdoa: semoga tidak terjadi apa-apa di bandara.

Setiap hari, adrenalin saya sekarang meningkat tajam dan waswas; tantangan apalagi yang ada di bandara? Tapi, saya tidak mau banyak mengeluh. Semua masalah ini adalah risiko amanah jabatan saya.

Berkaca dari masalah ini, saya memilih menerapkan strategi dengan manajemen stres. Saya tidak ingin, akibat kejadian ini, kerja semua menjadi berantakan.

Bayangkan, saya banyak dimarahi orang-orang, tapi, ketika itu, saya tidak ikut-ikutan menekan anak buah saya. Saya memilih bersedia menjadi bumper dan menghadapi kemarahan orang-orang.

Membutuhkan waktu

Risikonya, akhirnya, saya  menjadi korban. Namun, saya lebih suka dengan model kepemimpinan yang seperti ini. Saya merasa menjalankan amanah dengan total. Lebih baik membiarkan teman-teman di Angkasa Pura bekerja secara optimal. Dengan hasil optimal, feed back yang kami peroleh kelak akan lebih bagus.

Bagi saya, ini lebih baik ketimbang saya menekan anak buah. Hasil kerja mereka justru akan lebih jelek. Jadi, lebih baik meng-"orang"-kan mereka agar output kerja mereka tetap baik.

Kejadian mati listrik dan radar justru membuat kami harus berbenah diri, bukan malah berlari dari persoalan. Kita harus berbuat sesuatu yang radikal dan signifikan. Masalah bandara, biar listrik hanya mati dua detik, getarannya sampai masyarakat internasional. Ini menunjukkan betapa penting dan signifikan jasa bandara di mata internasional.

Dari banyak masalah di 12 bandara yang kami kelola, Bandara Soekarno-Hatta salah satunya. Salah satu yang urgen adalah soal kapasitas atau daya tampungnya. Dari terminal satu sampai empat, total kapasitas bandara kita itu bisa menampung 22 juta penumpang per tahun. Sekarang, lalulintas bandara makin tinggi dan total penumpang melonjak menjadi 32 juta orang per tahun.  

Ini belum memperhitungkan pertumbuhan penumpang Soekarno-Hatta setiap tahun yang mencapai sekitar 10%. Lima tahun mendatang, jumlah penumpang bisa mencapai 50 juta orang. Bayangkan kalau rumah yang seharusnya cuma diisi empat orang ini diisi 10 orang. Pasti tidak nyaman.

Strategi apa yang akan kami lakukan? Sekarang, kami sedang menyusun blue print  tentang apa saja yang akan dibangun dalam lima tahun mendatang. Namun, dalam jangka pendek, saya akan melakukan redistribusi kapasitas. Tidak langsung resize total. Misalnya lokasi proses checking kami pencar. Begitu juga dengan sirkulasi. Sirkulasi terminal yang sudah padat saya coba redistribusi ke terminal airlines yang tak terlalu padat. Intinya, kita geser-geser agar lengang.

Paling tidak, dengan cara ini, pelayanan menjadi lebih seimbang. Maka, dengan demikian,  parkir akan lebih merata, meskipun belum 100% nyaman. Targetnya adalah sampai mulai terlihat lengang, sehingga pelayanan lebih baik dan lebih nyaman. Saya tak mau mengubah seperti face off dengan membongkar bandara seluruhnya.

Saat Lebaran kemarin, saya juga melibatkan pramuka dan belasan duta bandara yang menggunakan roller blade untuk membantu kami dalam pelayanan. Nah, rencananya, duta bandara ini akan kami gunakan terus. Namun, sebelumnya, akan kami evaluasi dulu.  

Tanggung jawab disiplin masyarakat, sejatinya, bukan hanya tanggungjawab kami, tapi juga masyarakat. Terkadang, oknum masyarakat memakai toilet buat mandi. Hal-hal ini sepele tapi mengganggu kenyamanan di bandara.

Saya dan karyawan Angkasa Pura II bertekad, setiap hari dan bulan, kita harus lebih baik dari kemarin. Perbaikan kecil-kecil yang kami lakukan, kalau diakumulasi sampai satu tahun, hasilnya akan tampak. Apalagi kalau kita lakukan bertahun-tahun. Inilah yang kami lakukan.
 
Saya percaya, itu akan memberikan perubahan. Kita tidak mau muluk-muluk dalam membuat strategi. Mengubah mind set tentu membutuhkan waktu.

Dengan total jumlah karyawan mencapai 7.000, saya berusaha memperlakukan karyawan sebagai roda penggerak perusahan ini. Tapi, membangun budaya kerja tidak gampang.  Prinsipnya, kami mempunyai komitmen, transparansi, trust, dan kebersamaan untuk mengubah mind set. Kami berkomitmen agar semua strategi perusahaan tercapai dan ada transparansi agar semua kebijakan dapat diketahui semua orang. Dengan begitu, penentuan keputusan bisa tepat sasaran.

Sebagai sebuah tim, kami juga harus menjunjung tinggi trust. Semua harus saling percaya dan menghormati. Jika itu terjadi, akan ada kebersamaan dalam menyelesaikan setiap masalah.

Hal lain yang saya lakukan adalah mengubah mind set. Dulu ada anggapan, yang namanya CEO itu adalah yang paling tinggi, setelah itu, manajemen menjadi nomor dua, lalu karyawan paling bawah. Terakhir baru pelanggan, yakni airlines.

Sekarang tidak, pelanggan menempati prioritas utama kami, kedua karyawan sebagai roda penggerak perusahaan, selanjutnya manajemen, dan CEO ada bagian terakhir. Pelanggan adalah sumber uang kami. Saya digaji dari pelanggan, begitu juga semua karyawan. Jadi, servis utama adalah untuk pelanggan.

Sebagai target jangka panjang, kami ingin menjadikan Soekarno-Hatta dan Kualanamu bandara world class sehingga setara dengan bandara regional lainnya. Makanya, kami menyiapkan triliunan rupiah untuk investasi pembangunan Bandara Kualanamu.

Kelak, Bandara Kualanamu akan kami jadikan tempat transit para maskapai dunia. Tidak seperti sekarang, mereka lebih memilih transit di Singapura atau Malaysia.

K.F. Lai - Chief Executive Officer BuzzCity Pte Ltd

Senin, 27 September 2010

Potensi pasar iklan mobile di Indonesia masih besar 

BuzzCity, perusahaan media berbasis mobile yang menawarkan akses jaringan iklan, serius menggarap pasar iklan mobile di Indonesia. Tahun ini, BuzzCity mulai membuka kantor operasional di Indonesia. Tentu saja, BuzzCity juga sudah menyiapkan strategi untuk mengembangkan bisnisnya. K.F. Lai, CEO BuzzCity, memaparkan strategi tersebut kepada Harris Hadinata dan Fahriyadi dari KONTAN,  beberapa waktu lalu.

BuzzCity adalah perusahaan perantara antara pengiklan dan agensi media. Tapi, media iklan yang digunakan spesifik hanya mobile. Misalnya, katakan ada pengiklan yang mau beriklan di mobile page, BuzzCity membantu mereka untuk penempat-an iklan-iklan tersebut.

BuzzCity bisa membantu penempatan iklan bukan cuma untuk mobile page di Indonesia, tapi di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, kami sudah banyak bekerja sama dengan pemilik konten untuk penempatan seperti itu.

Jadi, BuzzCity merupakan ad network. Sejauh ini, kami memiliki 3.000 konten. Para pengiklan bisa menaruh kontennya di situ. Untuk pengiklan sendiri, saat ini kami sudah melayani 2.000 pengiklan di seluruh dunia. Sekitar 100 di antaranya ada di Indonesia.

Bisnis ini menarik, karena mobile itu tanpa batas, pengiklan di luar negeri pun bisa beriklan di Indonesia. Begitu pula sebaliknya. BuzzCity akan membantu mereka beriklan di mobile di negara mana pun yang mereka mau.

Perusahaan ini sudah berdiri sejak 11 tahun yang lalu. Tapi,  kami baru masuk ke bisnis mobile advertising ini lima tahun lalu. Sebelum itu, kami merupakan penyedia konten.

Kami melihat perkembangan di bisnis mobile advertising ini sangat bagus. Di Indonesia sendiri, banyak indikator yang menunjukkan perkembangan bisnis ini akan positif.

Sejak tiga tahun yang lalu,  kami melihat operator ponsel di Indonesia mulai menurunkan tarif akses internet melalui ponsel. Jadi, harganya makin murah. Selain itu, pengguna ponsel sendiri makin banyak karena harga ponsel juga makin murah. Pasar iklan mobile di Indonesia sendiri juga sudah berkembang pesat.
Tiga tahun lalu, pencapaian iklan BuzzCity di Indonesia masih nol dan sekarang sudah sekitar US$ 2 juta–US$ 3 juta. Ini setara 40% pasar iklan mobile di Indonesia. Jadi, mulai tahun ini, BuzzCity serius menggarap pasar Indonesia.

Potensi pasar iklan mobile di Indonesia juga masih besar. Saat ini, televisi memakan sekitar 60% dari total belanja iklan. Adapun media cetak dan radio mengambil sekitar 35%.

Sisanya adalah belanja iklan untuk media online, di dalamnya termasuk mobile. Menurut penelitian kami, belanja iklan untuk mobile cuma 0,1% dari total belanja iklan. Jadi, masih ada peluang besar.

Apalagi, orang tidak menghabiskan seluruh waktunya di depan televisi. Orang usia 25 tahun ke atas cuma memakai 40% dari waktu bangun mereka menonton televisi. Orang berusia kurang dari 25 tahun malah lebih sedikit lagi, cuma 20%–30% dari waktu bangun mereka.

Tapi, orang sejak bangun tidur tidak pernah jauh dari ponsel mereka. Jadi, hampir 100% dari waktu bangun mereka bersama ponsel.

Selain itu, kalau kita lihat, berapa banyak orang Indonesia yang punya televisi? Kalau dibandingkan dengan orang yang punya telepon lebih banyak mana? Jadi, saya optimistis potensinya masih besar. Saya melihat mungkin dalam lima tahun ke depan belanja iklan di mobile bisa bergerak menjadi 10% dari total belanja iklan.


Impresi meningkat

Selama tiga tahun ini, kami memang sudah masuk ke pasar Indonesia, tapi kami mengoperasikannya dari Singapura. Karena melihat potensinya sangat besar, tahun ini, kami langsung masuk ke Indonesia.

Jadi, sekarang kami sudah mempunyai kantor lokal di Indonesia. Kami juga sudah merekrut tiga staf untuk menjalankan operasional.

Kami juga memiliki beberapa rencana ke depan. Saat ini, kami melihat masih banyak agensi media yang belum melihat mobile sebagai media baru untuk beriklan. Ini menjadi tantangan BuzzCity. Jadi, salah satu rencana kami ke depan adalah mengedukasi agensi media.

Caranya, kami akan sharing data-data yang kami punya mengenai jumlah orang yang mengakses mobile web, apa yang mereka cari, dan sebagainya. Kami punya data yang kami rilis setiap kuartal.

Data yang kami rilis itu merupakan data terbaru pengguna ponsel di Indonesia. Misalnya data impresi pengguna ponsel di Indonesia dan dunia. Kami mengambil data dari 20 negara.

Dari data terakhir, impresi ponsel di Indonesia mencapai sekitar empat miliar kali. Artinya, kalau kita pasang iklan di ponsel, setidaknya iklan itu akan dilihat empat miliar kali. Data-data seperti ini yang akan kami gunakan untuk mengedukasi agensi media. Kami juga melakukan roadshow ke berbagai agensi media.
Kami juga menyusun cara untuk menarik pengguna ponsel agar melihat iklan. Untuk itu kami bekerja sama dengan content publisher. Saat ini ada sekitar 3.000 publisher. Kami meminta mereka membuat konten yang disukai user.

Untuk itu, kami juga memberi mereka masukan, pengguna ponsel di Indonesia lebih suka konten yang bagaimana. Misalnya, di Indonesia, pengguna ponsel lebih banyak bermain game. Kami ikut memberi masukan game seperti apa yang lebih disukai di Indonesia.

Dalam hal konten, kami memiliki dua produk situs. Yang pertama adalah situs komunitas My Gamma. Yang kedua adalah situs game, Djuzz. Indonesia merupakan pengakses My Gamma terbesar keempat dan pengakses Djuzz terbesar kedua.

Ke depan, kami akan meluncurkan dua situs lagi. Pertama, Mobile Recipes. Pengguna ponsel bisa mencari resep makanan kesukaannya dari situs ini, dan juga bisa membantu memutuskan dia akan memasak apa untuk makan hari itu. Kedua, kami akan meluncurkan Independent Music Site. Ini situs untuk mencari informasi soal grup musik indie. Informasi yang akan kami berikan terutama info jadwal manggung grup-grup tersebut.

Kami akan memulai situs tersebut di Indonesia. Kenapa? Karena kami melihat Indonesia memiliki banyak musisi indie. Selain itu, musisi indie Indonesia mempunyai pengaruh besar ke negara sekitar Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Rencananya, situs ini baru diluncurkan akhir tahun nanti.

Target kami, kami ingin mendapatkan pangsa pasar sebesar-besarnya di Indonesia. Kami tidak berpikir bisa menguasai 100%, tapi kami harap bisa menguasai setidaknya 50% pangsa pasar di Indonesia.

Saat ini, kami sudah menguasai 40%. Kami adalah pemain terbesar di Indonesia dan juga di beberapa negara Asia lainnya. Di Indonesia, setelah kami ada Google Admob. Di dunia Google Admob masih nomor satu, mereka besar sekali di Amerika Serikat.

Apalagi, kami punya klien dengan reputasi yang bagus. Beberapa waktu lalu, Djarum bekerja sama dengan kami untuk iklan pertandingan bulutangkis Djarum Indonesia Open. Kami juga bekerja sama dengan Puma dan Adidas saat Piala Dunia beberapa waktu lalu. Di Malaysia, kami bekerja sama dengan Malaysia Airlines.

Kami optimistis target ini bisa tercapai. Kami memprediksi impresi ponsel di Indonesia bisa terus berkembang. Sekarang, kami perkirakan sudah mencapai lima miliar kali per bulan. Sampai akhir tahun 2010 mendatang, kami berharap angka impresi tersebut bisa meningkat menjadi 10 miliar kali per bulan. 

 

Peter J. Crewe - Presiden Direktur PT AIA Financial

Jumat, 17 September 2010

Saya ingin jadikan AIA lebih besar dari AIG dulu

Saya sudah 17 tahun bekerja di Grup AIA. Terakhir, saya memegang AIA Hongkong. Ketika CEO Grup AIA menugasi saya memegang kendali AIA Financial di Indonesia, saya hanya membutuhkan lima menit untuk menerima tawaran itu.

Saya merasa beruntung bisa bekerja di Indonesia. Sebab, kami tahu bahwa kondisi politik dan ekonomi Indonesia dalam kondisi sangat baik. Indonesia termasuk negara berkembang yang memiliki potensi yang luar biasa. Utamanya untuk bisnis asuransi. Baru 5% dari jumlah penduduk Indonesia yang menggunakan asuransi atau produk keuangan. Ini merupakan pasar potensial. Hal itu pula yang menjadikan saya merasa tertantang untuk menangani AIA Financial Indonesia.

Saya juga melihat Indonesia berhasil keluar dari krisis ekonomi 2009 lebih cepat daripada negara-negara lain. Jadi, tidak ada alasan untuk meninggalkan Indonesia dengan populasi yang sangat besar ini. Bahkan, saya ingin menjadikan AIA Financial lebih besar dari AIG dulu, malah lebih besar lagi.

Dalam memimpin sebuah perusahaan, saya selalu mengharapkan karyawan mengetahui visi AIA Financial. Yaitu, menjadi perusahaan yang mampu menjadi penyedia jasa keuangan yang paling dibutuhkan dan tepercaya di Indonesia.

Saya berharap, AIA Financial bisa menjadi pemimpin di setiap jalur usaha dengan menawarkan beragam produk dan layanan yang fleksibel, inovatif, dan bernilai tinggi melalui berbagai jalur distribusi terbaik di Indonesia. Memang, dalam setiap kebijakan selalu ada saja masalah, tapi saya selalu menekankan supaya tetap merealisasikan pencapaian. Ini supaya kami semua tetap pada jalur yang sudah disepakati di AIA Financial.

Sebagai orang asing yang memimpin perusahaan di sini, saya memang harus sensitif dengan latar belakang budaya masyarakat yang berbeda. Namun, berbekal pengalaman saya memimpin AIA di Brunei dan Hongkong, saya tentu dengan cepat bisa menyesuaikan diri. Nah, pada dasarnya kepemimpinan saya sama, yakni mengutamakan kerja kelompok serta saling menghormati demi mencapai kesuksesan.
Terus terang, saya sangat terkesan dengan karyawan di sini. Mereka selalu bersikap ramah. Ini bekal yang baik dalam bekerja sama dan cocok dengan bisnis jasa keuangan seperti kami.

Dalam memimpin perusahaan di wilayah mana pun, saya juga selalu mengedepankan sikap terbuka. Saya bukan seorang pemimpin diktator. Artinya, tidak semua ide dari saya harus diterima atau dituruti karyawan. Mereka bebas mengemukakan ide. Saya juga menerima masukan, bahkan dari pemegang polis sekalipun. Ini akan membuat AIA lebih kaya ide, karena menerima masukan dari kalangan internal perusahaan maupun eksternal.

Untuk itu, saya akan terus memberikan peluang kepada bawahan maupun pemegang polis untuk menelurkan ide. Harapan saya, karyawan dan para investor bisa mendapat kepuasan sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Saya juga merasa beruntung karena bekerja sama dengan tim yang memiliki kemampuan yang luar biasa. Intinya, kami sepakat mengutamakan pelayanan bagi konsumen atau pemegang polis.

Di AIA Financial, kami semua sadar bahwa pertarungan dalam bisnis asuransi ke depan akan lebih mengutamakan kepuasan pelanggan. Makanya, kami pun harus mengimbangi dengan menelurkan produk-produk yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan konsumen. Ini tak mudah di tengah persaingan ketat seperti sekarang.

Aktifkan semua kanal
Dalam kondisi masyarakat yang belum mengetahui betul manfaat asuransi dan produk keuangan, bisnis asuransi di Indonesia membutuhkan kerja ekstrakeras. Ini betul-betul sudah saya rasakan. Untuk merumuskan hal penting, saya pernah harus meeting Jakarta–Bali dalam kurun waktu cuma sehari. Ketika itu, semua orang sudah liburan, memakai celana pendek, sementara saya dengan pakaian kantor.

Saat ini, kami memang harus berusaha keras supaya konsumen bisa merasakan manfaat dari produk kami. Dengan kantor cabang pemasaran sebanyak 36 kantor, saya harus menyusun strategi yang pas guna mencapai target.

Pertama, kami akan terus meningkatkan pelayanan lewat multidistributor kami. Misalnya, memakai agen yang kini mencapai 10.000 orang, menggunakan telemarketing agar efektif dan efesien.
Selain itu, kami juga gencar menawarkan solusi korporat. Ini adalah layanan asuransi untuk kebutuhan korporat. Lalu, kami tetap akan menjalin kerja sama dengan bank-bank swasta, pemerintah, maupun bank multinasional untuk menawarkan berbagai produk kami.

Ada delapan kerja sama bancassurance. Dengan begitu, pemegang polis bisa mengakses produk kami di 1.000 kantor cabang mereka. Kami juga telah menjalin kerja sama dengan PT Pos Indonesia dalam penjualan Jaga-Jaga dan Jaga-Jaga Plus, Rezeki.

Semua kanal distribusi itu akan terus kami aktifkan, termasuk saluran distribusi retail assurance division (RAD). Yaitu, pengembangan bisnis asuransi bekerja sama dengan pelaku bisnis ritel, seperti Matahari Supermarket, Matahari Department Store, Hypermart. Produk yang kami jual bersama mereka seperti Rezeki Series, Jaminan Sejahtera, Medisave. Respons pemegang polis sangat bagus.
Lalu, kami juga memelopori  penawaran lewat surat dan telepon yang mendayagunakan database nasabah yang ada untuk menjual produk-produk dari accident & health.

Kedua, kami juga akan terus meningkatkan pelayanan terhadap dana pensiun. Ke depan, perusahaan tidak bisa lagi mengelola dana pensiun sendiri. Untuk itulah, kami akan gencar mencari klien dari perusahaan.

Ini peluang yang sangat bagus, sehingga harus ada support yang luar biasa untuk menangani ini. Produk dana pensiun ini akan kami pasarkan melalui kantor-kantor pemasaran dan layanan yang tersebar di berbagai kota di seluruh Indonesia.

Ketiga, kami akan tetap fokus menghadirkan produk asuransi dan layanan sesuai kebutuhan pelanggan, termasuk memperluas produk syariah kami. Kami sangat serius menggarap produk syariah. Pada 21 Juni 2010 lalu, kami meluncurkan produk syariah.

Makanya, kami terus melakukan promosi ke berbagai daerah dengan mengadakan talk show di radio di lima kota, iklan di koran dan televisi. Kami yakin produk syariah ini akan menjadi penyumbang pertumbuhan pendapatan perusahaan kami ke depan.

Keempat, sebagai bentuk kepedulian kami, kami juga akan aktif dalam kegiatan corporate social responsibility. Ini menjadi komitmen kami. Untuk tujuan ini, kami kembangkan lewat AIA Village.
Lewat program ini, kami memberikan bantuan dana Rp 1 miliar ke kampung-kampung. Salah satunya di wilayah Jonggol. Di sana, kami membantu ibu-ibu arisan agar bisa mandiri dengan berwirausaha. Kami ingin menjadikan masyarakat di sana sejahtera.

Untuk itulah, kami berkomitmen untuk tetap berbisnis secara baik di pasar Indonesia.  

 

Mulyo Rahardjo - Managing Director Deltomed Laboratories

Senin, 06 September 2010

Berpromosi di masa sulit justru pilihan yang tepat

Pada tahun 1990, saya ditawari ayah saya untuk memimpin perusahaan keluarga. Padahal, awalnya, saya masih ogah-ogahan. Apalagi baru lulus kuliah. Sebagai anak muda, saya masih gengsi ikut usaha keluarga.

Saya sempat membuka usaha sendiri di bidang furnitur di Semarang, Jawa Tengah. Eh, ternyata bisnis yang saya geluti kurang berhasil. Ayah saya pun menjadi semakin keukeuh menawarkan agar saya masuk sebagai penerus usaha.

Entah dari eyang buyut, atau turunan ke berapa, keluarga kami memang penjual jamu. Pada 1967, ayah sudah punya usaha jamu lewat PT Marguna Taraluta. Produknya adalah Pilkita.

Pengembangan usaha mulai dilakukan ketika tahun 1976 sebuah perusahaan jamu asal Kalimantan berdiri. Ini adalah salah satu pesaing perusahaan kami. Sayangnya, perusahaan tersebut kemudian bangkrut dan tidak beroperasi. Pada 1989, perusahaan itu dibeli oleh ayah saya, dan diberi nama PT Deltomed Laboratories Jamu Gunung Giri. Sejak saat itu, kami mulai membenahi manajemennya. Ayah lalu menunjuk saya untuk menjadi pengelola Deltomed.

Tapi, jangan dikira saya langsung di puncak pimpinan, ya. Saya ditaruh di bagian distribusi. Tujuannya agar saya bisa mengenal seluk-beluk bisnis jamu secara mendalam. Bagian distribusi penting, karena inilah sejatinya inti bisnis apa pun: jalur distribusi yang memadai.

Bagi saya, Deltomed bisa hidup seperti sekarang juga tidak lepas dari faktor blessing in disguise alias mukjizat. Kami pernah mengalami masa sulit pada 1998. Badan terasa panas dingin saat menghadapinya. Terus terang, saya bahkan sempat merasa bingung apakah Deltomed ini diteruskan untuk hidup atau tidak.

Kala krisis keuangan itu, para pengusaha besar yang berduit tebal memilih pergi ke luar negeri. Pasar tutup, daya beli masyarakat juga menurun. Pilihan saya ketika itu cuma dua: maju atau mundur? Yang juga semakin membuat saya ragu adalah pada 1994 kami baru saja rebranding Deltomed Laboratories Jamu Gunung Giri menjadi PT Deltomed Laboratories agar berkesan modern.


Pabrik baru
Selain itu, kami juga akan meluncurkan produk baru, yakni jamu-jamu dengan bentuk pil, seperti M Kapsul dan Antangin JRG. Akhirnya, kami berdiskusi dengan pemilik dan semua direksi. Saat krisis, distribusi kami sebenarnya tidak terganggu, karena jaringan kami adalah ritel modern dan tradisional. Apalagi target market produk kami adalah semua kalangan, bukan bos-bos besar yang sudah kabur. Namun, kami mentok di bagaimana cara beriklan di saat kondisi ekonomi parah saat itu.

Yang membuat blessing dan sekaligus lucu, saya ternyata dicari oleh stasiun-stasiun televisi. Mereka meminta saya beriklan dengan biaya yang murah sekali. Saya ingat kalimat mereka: “Pak Mulyo, ayo iklan. Televisi saya sudah sepi, pengusaha pada kabur. Bayar iklannya tahun depan juga enggak apa-apa.”

Agar yakin, akhirnya kami panggil Basuki untuk menjadi brand ambassador produk kami. Kami buat tagline Antangin dengan istilah: “Wes ewes-ewes, bablas angine”. Kami juga nekat investasi untuk iklan di televisi pertama kali pada 1998, yang kami anggap waktunya sangat tidak tepat.

Apa dampaknya? Saat itu kami beriklan sendirian di tengah jalan yang sepi. Beruntung, sosok Basuki yang sering muncul di televisi membuat masyarakat cepat hafal pada iklan dengan gaya dan ciri Basuki. Kala itu, belum ada jamu tradisional berbentuk tablet seperti kami; rata-rata bubuk.

Sampai akhirnya penjualan produk kami melonjak tajam. Branding produk amat sukses, orang pun lebih kenal Antangin ketimbang Deltomed.

Bahkan, pada 2002, kami beradu dengan produsen jamu-jamu besar seperti Sidomuncul, Air Mancur, Nyonya Meneer, dan lainnya. Kami bahkan mampu mengimbangi mereka. Di beberapa daerah penjualan produk kami unggul.

Bagi saya, persaingan adalah hal yang wajar. Kompetitor utama produsen jamu sekarang, salah satunya, industri farmasi yang juga sudah masuk ke produk-produk jamu.

Namun, pertumbuhan bisnis kami tetap konsisten dengan bertumbuh sebesar 20% saban tahun. Bahkan terus menunjukkan peningkatan di pangsa pasar jamu nasional. Omzet kami kira-kira Rp 700 miliar hingga Rp 1 triliun. Untuk pangsa pasar jamu dalam bentuk kapsul, Deltomed memimpin pasar.

Seiring dengan perkembangan bisnis kami, beberapa bulan lalu, kami baru saja membangun pabrik baru di Wonogiri yang berkapasitas lima kali lipat dari pabrik sebelumnya. Luas pabrik itu kira-kira seluas 10.000 meter persegi (m²).

Pabrik itu kami siapkan untuk menghadapi lonjakan permintaan beberapa tahun mendatang. Pabrik kami sebelumnya, PT Javaplan, kami gunakan khusus untuk bisnis ekspor ekstrak bubuk jamu ke luar negeri. Sedangkan pabrik baru saya pakai untuk memenuhi kebutuhan Deltomed.

Kami juga terus mengembangkan produk. Dahulu produk kami mencapai 30 buah, kini kami persempit hingga 10 buah saja. Kami fokus pada produk yang andal di pasar. Ini penting, agar kami lebih fokus. Buat apa jualan banyak-banyak produk tapi pengaruhnya kecil?

Kami kemudian fokus menggarap pasar jamu modern. Produknya tidak hanya vitamin, tapi juga obat-obatan seperti obat batuk. Produknya pun harus lebih variatif. Tahun lalu, kami meluncurkan Antangin varian moka dan mint. Tujuannya agar bisa menyasar konsumen lebih banyak lagi.

Manajemen perlahan-lahan juga kami rombak untuk mencapai cita-cita perusahaan jamu modern. Salah satu kendala perusahaan jamu seperti kami adalah masih kentalnya budaya tradisional. Contoh jenaka adalah saat memasang AC di pabrik, beberapa karyawan pada protes karena sering masuk angin. Padahal, pabriknya tertutup dan harus punya AC. Akhirnya, saya simpulkan perubahan harus perlahan-lahan, tidak boleh langsung. Kalau langsung dirombak malah kacau.

Standar SDM kami klasifikasi pula. Sebelumnya, karyawan pabrik kami ada yang lulusan SD dan SMP. Sekarang itu tidak boleh, minimal harus SMA. Saat ini, saya mempunyai 600 karyawan. Saya lebih memilih generasi muda sebagai pemimpin perusahaan.

Kepada karyawan, saya juga menanamkan budaya disiplin, kebersihan, dan kesehatan di pabrik. Disiplin ini guna menghasilkan kualitas produk yang baik pula. Terkait kesehatan, saya janjikan hadiah bagi karyawan yang berhenti merokok. Kami mau mengubah citra perusahaan menjadi lebih baik.

Benar, kejayaan Basuki sebagai maskot Antangin sudah berlalu. Saya akui sulit bisa berulang. Namun, hidup jangan terlalu serakah. Hidup tak melulu soal duit, kan? Saya percaya akan ada peluang baru tiap tahun. Banyak orang berpikir kita melakukan promosi di waktu yang tidak tepat saat itu.

Fakta produk Antangin bicara sebaliknya. Langkah promosi kami di masa sulit justru jadi tepat. Karena salah satu produk, Antangin, bisa menghidupi Deltomed hingga detik ini.

Johari Zein - Executive Director PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir

Senin, 30 Agustus 2010

Saya ingin, di masa depan, JNE menjadi gaya hidup

Saya diajak oleh pendiri TIKI untuk mendirikan JNE pada tahun 1990. Ketika itu, tren globalisasi menggema di mana-mana. Makanya, kala JNE berdiri, kami hanya memberikan jasa layanan ke luar negeri. Adapun TIKI fokus menggarap pasar dalam negeri.

Sayang, kala itu, kami tidak sanggup bersaing dengan para pemain asing. Akhirnya, kami fokus menggarap pasar impor dengan menampung semua barang dari luar negeri ke dalam negeri lewat jaringan TIKI. Ternyata, klien kami dari luar negeri meminta kami juga menangani jaringan secara langsung, tanpa melibatkan pihak ketiga. Perlahan, JNE pun fokus membangun jaringan sendiri dan lepas dari TIKI.

Lambat laun, JNE menggarap pasar dalam negeri dan bersaing dengan TIKI. Karena pada dasarnya masih sister company, kami mencoba melakukan inovasi dengan memberikan layanan berbeda dengan TIKI. Salah satunya dengan penambahan di beberapa layanan dan standar kualitas.

Pada awalnya, langkah ini sulit. Kesan yang kami tangkap, masyarakat menganggap layanan JNE lebih mahal dari lainnya. Ini karena segmen yang kami bidik adalah segmen premium.

Kesulitan utama sejatinya ada pada brand atau merek JNE dan TIKI. Makanya, tahun 2000, kami melakukan rebranding dengan mengubah logo Tiki JNE dan cuma mencantumkan nama JNE saja.

Hal ini juga dibarengi dengan pengembangan produk dan layanan yang berbeda dengan TIKI. Misalnya, kami menyediakan jasa kurir, logistik, money remittance, hingga jasa kargo.

Sebagai sister company, secara etika bisnis, kami tidak boleh beradu harga dan layanan dengan TIKI. Namun, saya bersyukur karena industri pengiriman berkembang dan pasarnya ikut membesar.

Dengan begitu, kami tidak harus memaksa untuk berebut pasar. Awalnya, memang sulit. Tapi, perlahan kami menemukan banyak layanan baru yang tidak terpikir sebelumnya.

Dari tahun ke tahun, pertumbuhan bisnis JNE semakin baik, bahkan di atas rata-rata pertumbuhan industri. Industri sendiri bertumbuh hanya sebesar 10%–15%, namun bisnis JNE tumbuh hingga 20% tiap tahunnya. Sekarang, kami sudah memiliki jaringan lebih dari 1.500 titik di seluruh Indonesia, dari kota sampai kabupaten. Dari 1.500 titik, 1.000 titik di antaranya adalah konter yang berfungsi menerima kiriman.

Resep keberhasilan kami adalah tidak mau menunggu konsumen. Lebih baik, kami jemput bola. Kurir kami langsung menjemput barang ke rumah konsumen yang ingin mengirimkan barang. Hanya dengan menelepon, kurir kami pasti datang ke rumah untuk membantu mengirimkan barang.

Kami juga meningkatkan layanan pengiriman barang. Salah satunya dengan bekerjasama dengan perusahaan asuransi untuk memberikan perlindungan terhadap layanan pengiriman. JNE. Jadi, kalau ada barang hilang, kami bisa mengganti 10 kali lipat biaya pengiriman.

Kalau masih khawatir nilai barang tidak sesuai dengan nilai 10 kali pengiriman, kami juga menganjurkan konsumen untuk mengasuransikan barangnya. Kami berkomitmen untuk memberikan layanan yang terbaik.

Standar kami, kalau sampai perusahaan asuransi tidak membayar klaim sesuai hari yang ditentukan, kami bersedia menggantikan dengan membayar klaim konsumen. Bagi kami, barang sampai ke tujuan pelanggan adalah harga mati. Selain itu, sebanyak 170 titik jaringan kami juga sudah online. Ini juga memudahkan kami untuk mengawasi pengiriman barang.

Satu lagi layanan inovatif yang kami miliki adalah Pesona. Pesona adalah pesanan oleh-oleh Nusantara. Setiap orang bisa saling mengirimkan makanan khas daerah tertentu ke sanak keluarga di daerah lain.

Contohnya, kalau mau kasih oleh-oleh kerupuk bangka ke keluarga di Jakarta, tidak usah repot datang ke Bangka. Telepon kami, dan kami akan carikan toko kerupuk yang terkenal di Bangka dan segera kami kirimkan. Makanan apa saja bisa kami layani. Kami bahkan pernah mencoba mengirim es krim dari Jakarta ke Medan lewat JNE dan berhasil.

Meski umurnya baru beberapa bulan, minat masayarakat atas layanan Pesona luar biasa. Pertumbuhan bisnisnya mencapai 400% setiap bulannya. Rencananya, kami juga akan melayani jasa pengiriman lain seperti kerajinan dan obat-obatan.

Memberi layanan terbaik  

Bulan lalu, JNE melakukan beberapa inovasi.
Pertama, kami baru saja membuka bisnis baru, yakni trucking. Ini adalah layanan pengiriman barang-barang kebutuhan pokok. Untuk itu, kami baru saja membeli 10 truk tronton untuk mengangkut barang-barang kebutuhan pokok itu.

Satu truk membutuhkan biaya sebesar Rp 1 miliar. Seperti juga layanan lainnya, kami juga punya standar khusus, layanan trucking juga harus sama dengan jasa ekspres. Maka, kami melengkapi truk dengan GPS agar terpantau.

Kedua, kami juga baru saja menandatangani kerjasama dengan perusahaan pengiriman barang, UPS. Konsumen kami sekarang bisa mengirimkan barang ke luar negeri lewat UPS. Sebelumnya, kami hanya bisa menerima barang dari luar negeri. Kerjasama dengan UPS ini merupakan salah satu langkah untuk memperluas jaringan sampai dan ke luar negeri, selain tentu di dalam negeri.

Ketiga, kami berencana terjun ke bisnis surat-menyurat di bawah 500 gram. Sebelumnya, bisnis ini adalah monopoli PT Pos Indonesia. Pencabutan aturan monopoli ini membuka peluang bagi kami. Agar menarik, kami tentu harus punya konsep menarik yang berbeda dengan PT Pos. Saat ini kami menunggu aturan pemerintah yang mengatur soal bisnis ini.

Berbagai inovasi ini kami butuhkan karena ke depan, kami ingin menjadikan JNE sebagai gaya hidup. Karena, layanan kami memudahkan siapa saja, seperti internet yang bisa memberikan kemudahan akses jaringan ke siapa saja. Kami juga ingin menjadi trendsetter dan menjadi perusahaan dengan standar kelas dunia.

Langkah ini bisa kami tempuh bila syarat utama sukses dalam bisnis jasa, yakni customer satisfaction, tetap kami pegang. Jadi, layanan terbaik adalah harga mati. Karena itu, sangat wajar kalau kami harus punya SDM yang handal.

Kami terus berupaya memiliki SDM yang punya kecerdasan profesional, emosional, atau kecerdasan bersosialisasi, kecerdasan spiritual atau moral, serta memiliki kecerdasan fisikal atau tubuh yang sehat. Untuk itu, kami membentuk divisi yang bisa menciptakan SDM berkualitas.

Departemen HRD kami memiliki empat divisi, yakni intelektual, training, spiritual, dan fisikal. Divisi intelektual berhubungan dengan pekerjaan, sedangkan emosional melakukan kegiatan outbound serta memberikan training. Sementara, divisi spiritual mengatur kegiatan keagamaan seperti doa bersama satu minggu sekali, tergantung dari agama masing-masing. Adapun divisi fisikal berhubungan dengan aktivitas kebugaran badan karyawan.

Tak mudah menjadi pemimpin perusahaan jasa seperti JNE. Menawarkan layanan ke konsumen juga bukan hal mudah. Tapi, tentu kita tidak akan mau berkutat terus menerus dalam kesulitan. Setiap masa selalu ada tantangannya, tapi kita tetap harus maju menghadapi tantangan itu.   
 

Zulkifli Zaini - Presiden Direktur PT Bank Mandiri Tbk

Senin, 23 Agustus 2010

Sifat detail akan saya pertahankan

Zulkifli Zaini bukan orang baru di Bank Mandiri. Dia ingin, di bawah kendalinya, lima tahun ke depan Bank Mandiri tak hanya berdiri sebagai bank, tapi juga berperan sebagai sebuah holding yang besar dan kuat; bukan hanya  menjadi pemain lokal, melainkan berjaya di kawasan ASEAN. Zulkifli memaparkan strateginya memimpin bank terbesar ini kepada wartawan KONTAN Titis Nurdiana dan Azis Husaini, usai berbuka puasa, Rabu (18/8) lalu. 

Saat banyak orang berspekulasi soal pencalonan Direktur Utama Bank Mandiri, saya memilih berdiam diri. Bahkan, saat nama saya disebut-sebut, saya tidak melakukan lobi-lobi khusus untuk bisa menduduki jabatan ini.

Sebagai seorang profesional, saya hanya bekerja seperti apa yang atasan minta. Tetapi, saya tetap memiliki sistem dalam bekerja. Misalnya, jika atasan saya menargetkan pekerjaan saya seminggu harus selesai, saya akan menyelesaikan tiga hari. Saya berusaha tetap komitmen dengan sistem kerja saya. Bukan itu saja, saya juga mempunyai karakter detail dalam bekerja. Ini bisa Anda tanyakan kepada rekan di tim saya. Sewaktu saya menjabat direktur komersial, misalnya, setiap pagi saya selalu mengirim pesan ke bawahan saya mengenai instruksi pekerjaan. Saya ingin apa yang saya sampaikan sesuai dengan eksekusi yang akan terjadi. Sedapat mungkin saya juga selalu menyampaikan strategi saya kepada bawahan.

Sekarang saya sudah menjadi direktur utama. Sifat detail saya tetap akan saya pertahankan dalam membangun bisnis Bank Mandiri dan anak perusahaan. Untuk itu, ke depan, saya tidak ingin Bank Mandiri dikenal hanya sebatas bank. Saya ingin perusahaan ini dilihat sebagai sebuah holding, dengan anak-anak usaha yang bisa tumbuh sama bagusnya dengan perusahaan induk.

Ini sejatinya sudah tecermin dari logo bank. Sekarang tidak ada lagi logo bank di depan nama Mandiri. Ini juga berarti kami ingin tumbuh sebagai sebuah holding yang besar sekaligus kuat. Selama ini anak perusahaan memang tidak terlalu terlihat kinerjanya karena memang tidak terlalu diekspos.

Tetapi, kalau mau tahu, kinerja anak perusahaan, seperti Bank Syariah Mandiri, Mandiri Sekuritas, AXA Mandiri, Mandiri Tunas Finance, dan yang lainnya mampu menyumbangkan 10% laba Bank Mandiri pada Juni 2010 lalu.

Displin dan tepat waktu
Ke depan, saya harapkan sumbangan mereka akan terus membesar. Ini berarti anak perusahaan sangat penting bagi Mandiri. Kami ingin tumbuh dan besar bersama. Namun, kami belum berpikir untuk melantaikan anak perusahaan seperti Bank Syariah Mandiri ke bursa karena size-nya memang belum terlalu besar.

Anak perusahaan lain yang juga terus tumbuh adalah AXA Mandiri. Di setiap cabang Bank Mandiri pasti ada counter AXA Mandiri. Itu artinya apa? Kami juga serius melakukan joint venture dalam bisnis ini. Makanya, pemegang saham AXA sangat senang dengan kami.

Mereka juga tidak keberatan kami menjadi pemegang saham mayoritas. Kalau sebelumnya, porsi kami di AXA Mandiri hanya 49%, tak lama lagi kami akan memiliki 51% saham AXA Mandiri. Sekarang dalam proses penandatangan, dan insya Allah akan beres pada akhir Agustus atau September.

 Kalau ini sudah done, laporan keuangan AXA Mandiri akan terkonsolidasi dengan kami. Artinya, kami akan lebih leluasa melakukan cross sharing dengan anak perusahaan. Dengan begitu, harapan kami anak perusahaan bisa menjadi besar bersama kami.

Nasabah Bank Mandiri yang butuh produk perbankan syariah akan kami arahkan ke Bank Syariah Mandiri. Nasabah yang membutuhkan kredit mobil atau sepeda motor akan kami arahkan ke Mandiri Tunas Finance. Begitu pula yang lain.

Untuk itulah, saya akan menyiapkan sumber daya manusia yang andal. Caranya adalah membajak dari bank lain untuk posisi tertentu saja, atau kami melakukan training sendiri karena kami memiliki training center sendiri. Di setiap divisi kami juga memiliki semacam akademi untuk mendidik tenaga kerja kami.

Namun, untuk jabatan strategis dan krusial, kami memilih membajak. Hal ini sangat lumrah karena ketatnya persaingan. Untuk itu kami harus memiliki SDM yang cakap. Untuk semua perusahaan, saya selalu katakan bahwa SDM adalah sebuah aset, harus dijaga, dan terus dikembangkan kemampuannya.
Dalam bisnis, saya akan terus mengembangkan electronic channel. Sebab, electronic channel seperti ATM, SMS banking, internet banking, dan lainnya sangat berperan dalam transaksi perbankan di Mandiri.

Asal tahu saja, transaksi melalui cabang sekarang juga terus menyusut, hanya tinggal 20%. Sementara yang menggunakan electronic channel mencapai 80%. Ini berarti, ke depan gaya hidup orang bertransaksi akan menjadi lebih mobile. Untuk itu kami akan terus menambah jumlah ATM dan melakukan inovasi transaksi elekronik karena kami ke depan akan menjadi pemain besar dengan menjadi bank transaksi.
Strategi yang kami kembangkan sebetulnya tak banyak berubah. Mungkin yang akan berubah adalah eksekusinya, yakni lebih disiplin dan tepat waktu.
Pertama, pada basic business Bank Mandiri adalah wholesale. Tak bisa dipungkiri kalau semua perusahaan besar adalah nasabah kami. Ke depan, kami akan masuk ke retail payment dengan membidik kredit kepada para distributor dan sub-distributor perusahaan besar seperti Indosat, Telkomsel, dan lainnya. Selama ini, kami belum masuk pasar tersebut. Padahal, jumlahnya sangat besar. Untuk itu kami akan masuk, membantu mereka.

Kedua, kami juga akan masuk ke kluster-kluster, misalnya memberikan kredit kepada para pedagang besar di Tanah Abang, Pasar Solo, Pasar Semarang, Pasar Jogja, Pasar di Bandung, dan Pasar Atom di Surabaya. Untuk itu kami akan sangat agresif membuka cabang mikro di sana, sekaligus memasang ATM. Ini akan menjadi komitmen kami menjadi bank kedua terbesar dalam memberikan kredit di mikro dalam waktu dekat. Saat ini sudah ada 500 outlet mikro, ke depan akan tambah sampai 1.000 outlet.

Ketiga, saya juga akan mengembangkan Mandiri Tunas Finance. Saya lihat, ada potensi pasar yang sangat besar, suntikan dana tentu akan kami berikan. Saya rasa size Bank Mandiri lebih dari cukup untuk membantu dalam upaya ekspansi usaha anak perusahaan.

Selain itu, kami akan bekerjasama dengan perusahaan asuransi umum di luar negeri untuk membuat perusahaan patungan atau joint venture. Sekarang dalam proses pembicaraan. Mudah-mudahan akhir tahun ini sudah ada kabar siapa yang akan kami ajak kerjasama.

Keempat, kami akan menargetkan penerbitan saham baru (rights issue) perusahaan sebesar 7% dengan target meraup dana sebesar Rp 13 triliun–Rp 14 triliun. Dana tersebut diharapkan mampu meningkatkan permodalan perseroan. Target dana tersebut diperoleh dari perhitungan jumlah saham yang bakal dilepas sebanyak
2,4 miliar dikalikan harga saham per 30 Juni 2010 Rp 6.000 per lembar.

Saya berharap pelaksanaan rights issue dapat dilaksanakan pada tahun ini. Perhitungan manajemen, jika laporan keuangan menggunakan laporan 31 Juli 2010, rights issue bisa kami laksanakan pada 13 Desember 2010.

Saya berharap tanggal tanggal 13 Desember adalah batas terakhir pelaksanaan rights issue. Pelaksanaan mundur akan mengurangi minat dari para investor. Saya khawatir jika tanggal 15 Desember investor sudah banyak yang berlibur.

Dengan berbagai macam strategi tersebut, Bank Mandiri sebagai holding di lima tahun ke depan akan sangat beda. Dalam kurun itu, kami akan agresif di semua pasar untuk terus menumbuhkan market cap yang saat ini Rp 125 triliun. Lihat saja aset kami yang tumbuh sampai Rp 402 triliun. Ini sejarah bagi Bank Mandiri.

Lima tahun ke depan, yakni pada tahun 2015, kami berharap market cap kami bisa mencapai Rp 225 triliun. Ini juga akan menjadi tonggak bagi kami menjadi salah satu pemain besar di ASEAN.  
 

Gilarsi Wahju Setijono - CEO Shafira Corporation Enterprise

Senin, 16 Agustus 2010

Jika bayar pakai kacang, pasti cuma dapat monyet

TAK banyak orang tahu bahwa PT Shafira Corporation Enterprise, perusahaan ritel busana Shafira, pernah hampir bangkrut pada 2006–2008. Bersama pengurus, pemilik Shafira pergi ke Manila, Filipina, menemui Gilarsi Wahyu Setijono agar bersedia menyelamatkan Shafira. Ternyata, di bawah kendali Gilarsi, Shafira berhasil bangkit lagi. Dia menceritakan pengalaman menyelamatkan Shafira kepada wartawan KONTAN Azis Husaini, Rabu (4/8) lalu.

Shafira bukan perusahaan baru bagi saya. Saya termasuk orang yang pernah mendorong berdirinya perusahaan ini. Waktu itu, kami tidak sengaja mencetuskan ide bisnis ini di Masjid Salman, Institut Teknologi Bandung (ITB).

Berdiri tahun 1989, saya hanya sebatas sebagai penasihat di Shafira. Kegiatan tersebut saya lakukan sembari berkarier di sebuah perusahaan keramik di Semarang, milik Bakrie. Setelah itu saya lompat ke perusahaan lampu, Philips, selama 12 tahun. Terahir saya duduk sebagai direktur bagian Asia Pacific, berkantor di Manila, Filipina. Setelah itu, saya bergabung ke Merrill Lynch Investment sebagai managing director wilayah Thailand, China, dan Filipina. Dari sisi finansial, saya sudah aman dan nyaman.

Namun, ketika pemilik Shafira datang ke Manila untuk menemui saya dan meminta memegang kendali perusahaan itu, saya langsung luluh. Saya menerima tawaran tersebut karena kedekatan emosional. Kami pernah bersama-sama mendirikan Shafira.

Saat datang pada tahun 2007, mereka menceritakan bisnis Shafira yang terus merugi. Mereka ingin saya membenahi dan membawa Shafira bangkit. Setelah berdiskusi dengan istri, kami memutuskan kembali ke Indonesia. Butuh waktu setahun agar bisa keluar dari perusahaan finansial Amerika Serikat itu karena saya harus mencari orang yang tepat untuk menggantikan posisi saya.

Investasi dan ekspansi
Terus terang, pada saat itu, saya tidak terlalu mengerti soal industri fashion, sebab latar pendidikan saya adalah insinyur kimia. Tapi, sebagai pemimpin, saya tahu mana bisnis yang masuk akal dan mana yang tidak masuk akal. Itulah yang saya pakai sebagai patokan dalam pembenahan di Shafira.

Pertama, yang saya lakukan ketika memimpin Shafira adalah dengan berkonsolidasi. Saya memberikan ruang untuk berdiskusi, ke mana arah bisnis Shafira ke depan.

Saat itu, saya berani berkesimpulan bisnis Shafira tidak fokus. Untuk itu saya melakukan banyak pembenahan. Pertama, saya memutuskan untuk memusatkan logistic center ke satu tempat. Waktu itu pusat logistik kami terpencar-pencar. sehingga pengiriman bahan baku tidak pernah tepat waktu. Ini yang membuat produksi terhambat.

Bersamaan dengan itu, saya mulai memberikan tema untuk 22 outlet Shafira yakni reborn, artinya lahir kembali. Konsep outlet saya ubah dengan produk yang lebih beragam, dan setiap tiga bulan sekali tren fhasion-nya harus berubah.

Kedua, saya juga mempersiapkan rencana ekspansi. Salah satu yang penting dalam sistem ini adalah menciptakan proses real time. Caranya, kami berinvestasi IT asal Italia. Teknologi ini mampu menampilkan seluruh proses produksi Shafira, dari pengolahan bahan baku, produk jadi, pengiriman ke outlet, sampai jatuh ke tangan konsumen. Seluruh proses ini terpantau di layar besar.

Melalui layar tersebut, saya bisa melihat di mana saja proses yang gagal dan dengan sekejap saya hentikan. Selama ini, kerugian yang dialami Shafira karena proses dari awal sampai akhir tidak terpantau.

Banyak kesalahan produksi yang tidak bisa dihentikan di tengah jalan karena tidak ada yang tahu. Teknologi ini memungkinkan itu semua terdeteksi. Manajemen perusahaan juga menjadi lebih transparan.

Ketiga, masalah sumber daya manusia (SDM). Saat awal saya di Shafira, jumlah karyawan hanya 300 orang dan sekarang sudah mencapai 700 orang dengan jumlah perajin mencapai 3.000 orang, termasuk para perancang. Penambahan jumlah karyawan beriringan dengan membaiknya usaha kami.
Dalam sebuah perusahaan apa pun, SDM harus diyakini sebagai faktor penting. Saya berani membayar mahal para pekerja di Shafira. Istilahnya di atas harga pasar. Saya berkeyakinan, jika membayar dengan kacang pasti dapatnya monyet. Jadi, saya tidak mau membayar SDM seadanya.

Selain itu, saya juga kerap memberi asupan pendidikan ke karyawan. Bagi para perancang busana, saya sering mendatangkan desainer luar negeri untuk memberikan pendidikan kepada perancang Shafira.

Kami juga terus ikut dalam mencetak desainer busana muslim. Untuk itu, kami bekerja sama dengan beberapa pihak yang penyelenggara Lomba Rancang Busana Muslim (LRBM) dan Indonesian Islamic Fashion Fair (IIFC).

Dengan mengusung konsep eco-fashion, para peserta harus bisa mengetengahkan unsur-unsur bahan atau materi yang ramah lingkungan dalam hasil rancangan busana mereka. Selain itu, kami ingin eco-fashion bisa diaplikasikan dalam sebuah rancangan busana yang apik dan terjangkau dari sisi ekonomi.

Dengan cara seperti ini, kami bisa menjaring SDM yang berkualitas sekaligus membuat desainer mandiri. Jangan salah, banyak sekali desainer busana muslim di Indonesia yang dibajak oleh para produsen besar luar negeri. Untuk itulah, kami mengajak para desainer itu menjadi wirausaha.

Keempat, sebagai bukti kebangkitan kami, selama bulan puasa ini kami juga sudah siap menampilkan sedikitnya 105 setel koleksi terbaru busana muslim untuk menyambut Ramadan dan Lebaran 1431 Hijriah. Koleksi yang kami angkat dominan dengan warna cokelat, merah marun, hijau, dan biru.

Kami menampilkan padu padan etnik dari batik, tenun Makassar, dan bahan polos seperti sifon, sutra, dan katun. Tema yang kami angkat adalah unsur etnik Indonesia yang memadukan kemewahan etnik Maroko menjadi sebuah karakter yang kami beri nama eklektik mediterania.

Perubahan yang masih menjadi misi Shafira tahun ini juga kami aplikasikan dalam rancangan busana. Koleksi kami tampil minimalis dan praktis. Harga busana yang akan luncurkan saat Ramadan berkisar Rp 40.000 sampai Rp 15 juta per setel, tergantung dari keinginan konsumen.

Kelima, sebagai wujud sosial Shafira kepada para guru, kami juga menyerahkan sebanyak 1.000 unit laptop kepada para guru di berbagai daerah Indonesia. Rencananya, dalam lima tahun ke depan kami akan membagikan sebanyak 10.000 laptop kepada para guru.

Laptop ini kami tujukan untuk para guru honorer yang bertugas di daerah terpencil. Tujuannya, memberikan mereka fasilitas belajar mengajar serta pengembangan skill guru dalam menguasai sarana teknologi komputer.

Terakhir, kami juga akan memperlebar sayap bisnis dengan membuat outlet di beberapa negara yang penduduk muslimnya banyak. Misalnya, kami akan membuka outlet di Abu Dhabi, Saudi Arabia, London, Paris, hingga New York.

Saat ini kami tengah melakukan persiapkan untuk mewujudkan rencana ekspansi tersebut. Kami juga masih akan terus melakukan branding di beberapa negara melalui penyelenggaraan fashion show.

Sekarang, Shafira sudah terlepas dari masalah krisis keuangan. Sekarang tinggal bagaimana kami menyusun kembali arah bisnis dengan memperjelas visi dan misi perusahaan sebagai perusahaan busana muslim yang mendunia.
 

Alan Merten - Presiden Direktur PT Manulife Indonesia

Senin, 02 Agustus 2010

Kami ingin tumbuh bersama nasabah, agen, dan pegawai


MESKI sudah 25 tahun berkecimpung di bisnis asuransi, PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (Manulife Indonesia) terus berbenah. Maklum, persaingan di bisnis asuransi kian ketat. Seperti apa langkah yang ditempuh perusahaan asuransi asal Kanada ini? Dua pekan lalu, wartawan KONTAN Azis Husaini mewawancarai Alan Merten, Presiden Direktur Manulife Indonesia yang baru terpilih.
Ketika ditunjuk sebagai Presiden Direktur PT Manulife Indonesia pada pertengahan Juli lalu, terus terang, saya merasa senang. Bagi saya, Indonesia bukan negara asing. Saya pernah datang ke sini tahun 1993 untuk mendirikan sebuah perusahaan asuransi asing sebelum akhirnya saya hijrah ke Manulife Hong Kong.
Dari pengalaman saya, ada satu hal yang membuat saya tertarik dengan orang-orang Indonesia. Mereka punya rasa keingintahuan yang tinggi. Misalnya, ingin tahu sudah punya anak berapa, asalnya dari mana, hingga ingin tahu hobi seseorang. Di negara Barat, jarang ada orang yang ingin tahu jatidiri orang lain. Sifat ramah ini membuat saya ingin lebih dekat dengan Indonesia. Saya ingin belajar bahasa Indonesia. Apalagi, saya juga termasuk orang yang selalu ingin belajar.
Selama saya berkarier di berbagai negara, saya telah menguasai banyak bahasa. Seperti, bahasa Prancis, Inggris, Swiss, Jerman, Mandarin, dan sekarang bahasa Indonesia, meski baru sedikit-sedikit.
Saya ingin belajar bahasa Indonesia, karena, bagi saya, bahasa merupakan kunci dalam berkomunikasi serta dalam berbisnis.
Apalagi, Indonesia termasuk negara yang mempunyai potensi besar di bidang asuransi. Tahun lalu saja, Manulife Indonesia menyumbang sekitar 10% dari total pendapatan Manulife Group di Asia.
Bagi kami, ini pencapaian yang tidak mudah. Karena, kami sudah berada di Indonesia selama 25 tahun.
Maka dari itu, sebagai bentuk rasa terima kasih kepada Indonesia, Manulife Indonesia meluncurkan logo khusus untuk merayakan perjalanan bisnis Manulife di Indonesia. Misalnya angka 25 yang bersepuh warna emas menunjukkan tahun emas Manulife. Lantas ada tiga warna yang menyertai logo Manulife, yakni merah, kuning, dan biru.
Warna-warna itu menunjukkan tiga lini bisnis Manulife Indonesia. Yaitu, asuransi jiwa, asuransi kumpulan, dan reksadana. Menurut kami, Manulife adalah perusahaan asuransi yang menawarkan beragam produk jasa keuangan yang terbilang lengkap.
Melihat profil bisnis Manulife Indonesia ini, saya yakin akan perkembangan Manulife ke depan. Tinggal, bagaimana cara saya untuk bisa menggali potensi yang terkandung di Manulife itu sendiri. Salah satunya adalah para karyawan.
Saya termasuk orang yang terbuka dan ingin tahu apa      yang menjadi kebutuhan dan perhatian para karyawan. Untuk itu, saya ingin mendekatkan diri kepada seluruh karyawan Manulife yang saat ini berjumlah 6.000 orang.
Dalam waktu dekat, saya akan mengunjungi cabang-cabang Manulife yang sekarang telah berjumlah 130 unit yang tersebar di 20 kota.
Selain itu, sebagai pimpinan,      saya akan menjalin kerjasama      dengan berbagai pihak, baik  itu pihak internal atau eksternal, untuk memajukan laju bisnis Manulife di Indonesia. Apalagi, bisnis kami mendapat sokongan dari pemerintah berupa regulasi yang terus mengalami perbaikan secara signifikan.
Melihat respons dari pemerintah yang positif itu, kami juga yakin, Manulife bakal terus memberikan komitmen untuk tetap berbisnis di Indonesia. Kami pun akan terus memberikan pelayanan yang terbaik bagi nasabah Manulife yang saat ini berjumlah dua juta orang.
Perbanyak agen
Melihat kemajuan dan potensi bisnis yang masih ada, saya tidak akan melakukan perubahan strategi bisnis secara drastis di Manulife Indonesia yang sudah baik ini. Tugas utama saya adalah tinggal bagaimana caranya untuk mengembangkan bisnis yang sudah ada ini.
Meski begitu, tidak mudah mengembangkan bisnis asuransi di tengah persaingan yang makin sengit ini. Sebagai pimpinan, saya sudah menyiapkan serangkaian langkah supaya Manulife bisa terus maju.
Langkah pertama yang saya anggap penting adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Terutama, meningkatkan kualitas agen asuransi Manulife Indonesia.
Asal tahu saja, peran agen asuransi amat penting bagi pertumbuhan bisnis Manulife.   Sekitar 65% pendapatan premi Manulife Indonesia berasal dari para agen asuransi kami. Sisanya berasal dari kerjasama dengan pihak lain, terutama perbankan (bancassurance).
Kontribusi agen wilayah Jakarta menyumbang sekitar 55% dari total bisnis dari kanal keagenan. Lantas, agen wilayah Surabaya menyumbang sekitar 20%. Sisanya terbagi di beberapa wilayah seperti Bandung, Medan, dan Banda Aceh.
Untuk itu, kami sudah menyediakan online exam atau ujian online bagi para agen asuransi di tujuh kota. Tujuannya untuk meningkatkan pengetahuan agen Manulife terhadap produk asuransi dan mengetahui secara detail kebutuhan para konsumen yang berbeda-beda.
Agen asuransi yang lulus ujian ini punya kesempatan untuk mendapatkan lisensi sebagai agen asuransi bersertifikat dari Asosiasi Asuransi Umum Indonesia. Ini adalah syarat yang harus dipenuhi oleh seluruh perusahaan asuransi.
Dari 6.000 agen asuransi yang kami memiliki, sekitar 5.200 sudah bersertifikat. Kami menargetkan, hingga akhir 2010, Manulife sudah harus mempunyai 6.000 agen asuransi bersertifikat. Dan, dalam lima tahun ke depan, kami harus punya 15.000 agen asuransi bersertifikat.
Untuk melengkapi agen yang berkualitas, sebagai langkah kedua, kami bakal terus mengeluarkan beragam produk asuransi. Sebab, produk asuransi yang beragam bisa membantu nasabah untuk memilih produk      jasa keuangan mana yang paling baik; apakah itu dari sisi perlindungan atau sisi investasi.
Salah satunya adalah Proactive Silver. Produk asuransi jiwa ini mempunyai manfaat perlindungan jiwa selama satu tahun penuh dengan uang pertanggungan sebesar Rp 25 juta. Produk ini cocok bagi orang yang kita sayangi.
Kiat kami yang ketiga adalah mendekatkan diri dengan para nasabah. Rencananya, kami bakal menyelenggarakan turnamen golf yang dirancang khusus untuk para nasabah dan rekan bisnis.
Kami juga tidak melupakan peran agen. Kami ingin mereka bisa menjelaskan produk ke konsumen atau nasabah secara lebih leluasa. Untuk itu, kami mengadakan promosi dalam bentuk road show dan client gathering.
Lewat serangkaian langkah strategi ini, kami yakin bisa terus mengembangkan bisnis Manulife Indonesia. Kami memperkirakan, dari produk-produk yang sudah kami tawarkan di pasar, dana kelolaan kami bisa tumbuh sebesar 75% sampai akhir tahun ini. Adapun nilai dana kelolaan kami per tanggal 31 Maret 2010 adalah sebesar Rp 11,53 triliun.
Kami juga tidak melupakan kegiatan sosial melalui Yayasan Manulife Peduli. Kami sudah melakukan penanaman 600 bibit bakau di Kapuk dan Angke Jakarta Utara. Kami juga sudah memberi kredit mikro ke masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam pasca-musibah tsunami.
Itu kami lakukan karena kami percaya, di Manulife, kami bisa tumbuh bersama dengan para nasabah, agen, karyawan, dan mitra kerja. Ini sesuai semboyan kami: together we grow.

Francois Lancon - Presiden Avaya Asia Pacific

Senin, 02 Agustus 2010

Kami sangat serius berbisnis di Indonesia

PERUSAHAAN penyedia solusi software maupun hardware komunikasi bagi korporasi kelas dunia, Avaya, semakin fokus memperbesar pasarnya di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia. Untuk mengetahui rencana Avaya menggarap pasar Indonesia, wartawan KONTAN Harris Hadinata menemui Francois Lancon, Presiden Avaya Asia Pacific, di sela kunjungan kerjanya ke Indonesia, beberapa waktu lalu.

Avaya adalah perusahaan yang berbisnis di bidang kolaborasi perusahaan serta komunikasi perusahaan. Kami membantu perusahaan dengan menyediakan semua infrastruktur yang memungkinkan perusahaan-perusahaan bisa berkomunikasi dengan baik. Sehingga, orang-orang yang terlibat di situ juga bisa bekerjasama dengan baik.
Infrastruktur yang kami siapkan mencakup infrastruktur solusi untuk data, phone system, contact center, serta aplikasinya (software), video, dan hal lain yang bisa menunjang kolaborasi sebuah perusahaan. Kami merupakan spesialis dan juga pemimpin di bisnis ini.
Dua produk terbesar kami adalah solusi contact center dan unified communication (UC). UC ini adalah solusi untuk komunikasi berbasis suara (voice) seperti internet protocol (IP) telephone, voice, instant messaging, dan conference. Selain itu, belakangan ini, bisnis data juga berkembang cepat.
Dalam lima tahun terakhir, sektor bisnis yang kami tekuni ini berkembang dengan pesat. Anda bisa melihat bagaimana kemajuan di bidang komunikasi. Selain itu, kebutuhan para pengusaha sendiri sangat tinggi.
Jadi, bisnis ini terus tumbuh setiap tahunnya, kecuali di 2009. Saat itu, pertumbuhan sempat tersendat karena ada krisis finansial global. Tapi, saya yakin, tahun ini, bisnis solusi komunikasi perusahaan akan kembali tumbuh. Kita bisa melihat produktivitas perusahaan sudah mulai tumbuh.
Avaya sendiri melihat potensi pertumbuhan sektor ini di Asia sangat cerah. Indonesia saya kira malah lebih baik. Saya melihat Indonesia sebagai kawasan yang masih bisa berkembang untuk investasi.
Pada dasarnya, Indonesia tidak menghambat investasi untuk masuk. Ini yang membuat Indonesia menarik. Thailand bagus, tapi kondisi di sana tidak stabil. Sementara, Singapura tidak terlalu besar. Karena itu,  banyak investasi besar masuk ke Indonesia.
Memang, ada kebijakan kenaikan tarif listrik dan rencana pembatasan BBM. Tapi, bisnis kami tidak terpengaruh tingkat konsumsi. Selama ada perusahaan yang berinvestasi, bisnis kami tetap berjalan.
Kami melihat sektor perbankan di Indonesia masih berkembang. Sektor service provider juga masih berkembang. Pemerintah masih berinvestasi dan terus membangun, hotel-hotel baru berdiri, dan perusahaan multinasional berdatangan. Semua masih menunjukkan indikasi bagus bagi kami.
Ada beberapa alasan yang membuat kami sangat yakin dengan prospek bisnis di Indonesia. Alasan pertama, kami sudah mengakuisisi salah satu pesaing kami, yaitu Nortel, tahun lalu. Saat kami beli, Nortel sedang berada dalam proteksi terhadap kebangkrutan.
Setelah membeli Nortel, otomatis, bisnis kami semakin berkembang. Setelah mengakuisisi Nortel, kami menjadi perusahaan di bidang solusi enterprise paling besar di Asia. Kami mendapat lebih banyak pangsa pasar. Kami juga memiliki lebih banyak sumber daya manusia, lebih banyak kantor,  dan lebih banyak basis pelanggan. Nortel juga memberi produk baru.
Dengan pembelian Nortel, kami juga bisa memperkuat pelayanan pada pelanggan. Kami bisa menyokong pelanggan di negara mana pun dengan kantor-kantor kami yang ada di berbagai tempat.
Produk untuk Indonesia
Alasan kedua, pasar di Asia dan khususnya Indonesia sendiri terus berkembang. Pasar Eropa masih terhambat beberapa masalah, sementara pasar Amerika masih dalam tahap recovery. Jadi, kami melihat perusahaan multinasional satu per satu memindahkan portofolionya ke Asia dan berinvestasi di sini. Ini sangat baik.
Selain itu, sektor-sektor bisnis di Asia juga menunjukkan perkembangan yang baik. Sektor hospitality seperti hotel, mal, dan sebagainya tumbuh tidak terlalu baik tahun lalu, tapi tahun ini kembali menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Begitu juga industri keuangan. Jadi, semua pasar tumbuh. Indonesia adalah salah satu negara di mana sektor-sektor tersebut menunjukkan pertumbuhan yang bagus.
Alasan ketiga, bisnis yang kami jalankan ini adalah bisnis miliaran dollar. Kita harus punya tim riset dan pengembangan untuk mengembangkan produk. Dan, untuk bisa melakukan itu, kita harus memiliki dana yang cukup. Dengan demikian pelanggan akan merasa aman dan nyaman saat berbisnis dengan perusahaan kami. Kami bisa melakukan itu.
Kami sangat serius berbisnis di Indonesia. Kami juga sudah menyusun berbagai rencana pengembangan bisnis. Mulai tahun ini, kami memulai dengan merekrut orang. Tahun fiskal kami berakhir September. Sampai saat itu, rencana bisnis kami adalah merekrut orang.
Kami juga berinvestasi di pelatihan. Bukan hanya untuk karyawan, kami juga melatih partner kami. Selain itu, kami berinvestasi di pemasaran. Kami melakukan road show soal contact center ke beberapa tempat di Indonesia.
Kami juga membuat produk dan solusi yang cocok untuk pasar Asia. Kami membuat produk untuk pasar India, China, dan tentu saja Indonesia. Di antaranya produk untuk usaha kecil dan menengah.
Misalnya, kami membuat solusi phone set dengan harga yang murah. Ini untuk pasar yang sensitif terhadap harga (price sensitive).
Kami sangat yakin dengan prospek bisnis kami di Indonesia. Karena itu, kami menargetkan bisa memperbesar bisnis kami di Indonesia hingga 200% dalam tiga tahun mendatang.    

Sardjono J. Tjitrokusumo - CEO Merpati Nusantara Airlines

Senin, 02 Agustus 2010

Saya akan melakukan apa saja demi Merpati

MEMIKUL utang segunung tidak menyurutkan langkah PT Merpati Nusantara Airlines berbenah. Selain bakal mendapat pinjaman dari pemerintah, manajemen maskapai pelat merah ini telah melakukan serangkaian perbaikan. Untuk mengetahuinya, wartawan KONTAN Yudo Widiyanto menemui Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines Sardjono Jhony Tjitrokusumo. Dari sisi keuangan, kinerja PT Merpati Nusantara Airlines mulai merosot sejak enam tahun lalu. Banyak orang mempertanyakan apa penyebabnya.
Menurut saya, biang keladi kemunduran Merpati terletak pada kualitas sumber daya manusianya. Artinya, ini termasuk saya yang pernah menjadi pilot perusahaan ini.
Saat itu, kami menganggap Merpati bisa terbang selamanya. Sebagai perusahaan negara, Merpati tidak mungkin rugi, apalagi tutup. Imbasnya, para karyawan dan direksi berleha-leha serta bermental birokrat.
Setelah maskapai swasta mulai merangsek industri penerbangan, kami mulai sadar dan merasa tersaingi. Mau tidak mau, Merpati harus bisa bersaing dengan maskapai swasta dalam negeri, bahkan asing.
Kelemahan lain yang turut membuat kinerja Merpati terpuruk adalah banyaknya kebijakan pengembangan Merpati yang bernuansa politis. Misalnya, pembelian pesawat sama sekali tidak memperhatikan faktor ekonomis. Dan, pada akhirnya, ini langsung membebani keuangan Merpati.
Faktor lainnya, rute penerbangan Merpati sangat terbatas dan masih sedikit. Selama ini, kami lebih banyak melayani rute ke Indonesia bagian Timur. Rute-rute tersebut punya tingkat keuntungan (yield) yang rendah. Sedangkan maskapai lain banyak membuka rute di kawasan Indonesia Barat yang     tergolong jalur gemuk.
Hal ini semakin diperparah dengan usia pesawat Merpati yang sudah berumur. Akibatnya, on-time performance     (tingkat ketepatan waktu terbang) Merpati rendah. Dampaknya pun bisa ditebak. Jumlah penumpang Merpati semakin turun. Ujung-ujungnya, pendapatan kami pun jadi merosot.
Pendapatan yang makin turun membuat beban keuangan Merpati semakin berat. Utang-utang yang semestinya dibayar Merpati menjadi terabaikan.
Bayangkan, hingga saat ini,     Merpati mempunyai utang sebesar Rp 3 triliun. Padahal, aset yang kami punyai cuma Rp 400 miliar. Kami sudah mati-matian membayar utang ini. Sejumlah aset Merpati seperti gedung sudah kami jual. Tetapi, tetap saja, itu tidak cukup.
Sulit untuk menggambarkan dengan kata-kata kondisi Merpati saat ini. Benar-benar sudah berdarah-darah.
Meski begitu, kami tidak akan lari dari utang. Kami berjanji tidak akan mengemplang utang lagi. Kami minta maaf secara tulus kepada pengucur kredit,     terutama PT Pertamina. yang memberi utang Rp 250 miliar kepada Merpati dan hingga sekarang belum kami bayar.
Kalau ada kreditur yang menagih utang Merpati, kami tidak akan menghindar lagi. Kami akan berdialog dengan mereka untuk memberikan solusi terkait utang kami.
Kami tidak akan membuat kreditur kesal. Kami akan jujur menjelaskan, kondisi keuangan Merpati saat ini memang belum bisa membayar utang.
Cara penyampaian seperti ini kami anggap penting supaya tidak lagi menghabiskan waktu dengan menyalahkan kondisi Merpati. Lebih baik kami berkonsentrasi memperbaiki kinerja Merpati.
Serang atau dibunuh   
Sebetulnya, kami tengah menantikan pinjaman dari Perusahaan Pengelola Aset (PPA) yang berencana mengucurkan sebesar Rp 310 miliar bulan ini.
Namun, kami mewanti-wanti, jika bantuan pemerintah ini tidak jadi mengucur, bukan berarti itu langsung menyandera langkah kami untuk memperbaiki kinerja Merpati. Saat ini, kami sedang melakukan perbaikan.
Misalnya, kami mengganti pesawat lama pesawat dengan baru (replace). Merpati juga membuka rute yang lebih menguntungkan hingga kami bisa mendapatkan untung kembali. Cara ini akan kami lakukan secara terus-menerus dan berulang-ulang sampai masalah keuangan Merpati teratasi.
Untuk itu, kami sudah mengambil langkah. Misalnya, mengubah mental birokrat menjadi mental yang siap bersaing.
Ini sudah kami lakukan saat menandatangani perjanjian jual beli 13 pesawat MA 60 buatan Xian Aircraft asal China. Dalam perjanjian itu, ada lampiran kertas yang berbunyi jika proyek ini gagal, Direktur Merpati bertanggungjawab. Kalau menyerempet masalah keuangan harta pribadi direksi bisa disita.
Kami berani membuat pernyataan ini karena tujuan kami adalah ingin betul-betul membuat Merpati menjadi lebih baik. Inilah ultimate goal saya. Terlebih, Merpati seratus persen milik Indonesia. Tentu, ada rasa nasionalisme yang besar.
Saya akan melakukan apa saja untuk Merpati. Mau disuruh koprol, oke. Mau disuruh jungkir balik, boleh. Mau disuruh loncat macan pun, saya menyanggupi.
Sebab, persaingan di bisnis penerbangan sudah sangat ketat. Persaingannya sudah bersifat menyerang. Kill or to be killed. Menyerang atau dibunuh.
Saat ini, kami tidak bisa lagi mengandalkan pemasaran tiket lewat telepon. Kami harus lebih efektif lagi berjualan tiket di lapangan. Petugas pemasaran di lapangan (front liner) harus bergerak jemput bola. Jadi tidak bisa lagi berdiam diri sambil mengandalkan reservasi saja.
Saya sempat punya ide liar. Jika jasa calo diperbolehkan, saya bersedia pakai calo. Pasalnya para calo tiket itu jualannya sangat agresif. Gagasan ini sempat saya tuangkan ke tim manajemen supaya bisa memaksimalkan kinerja di lapangan.
Kami juga melakukan perombakan struktur organisasi supaya lebih efektif dan efisien. Sebelumnya, Merpati mempunyai 24 general manager. Nantinya,     jumlah itu bakal kami pangkas menjadi 15 general manager saja. Saat ini, struktur sedang dalam proses perombakan.
Selain dari dalam, kami juga sedang mencari para profesional di dunia penerbangan dari eksternal perusahaan. Namun,     calon kader pimpinan yang bakal kami pilih adalah yang sudah memiliki pengalaman kerja di Merpati.
Kami berharap program pemangkasan organisasi ini bisa membuat beban biaya Merpati berkurang. Tapi, saya siap bertanggungjawab jika ada gejolak akibat program ini.
Lewat beberapa program yang sedang kami kerjakan, kami menargetkan kinerja Merpati bakal membaik. Sebelum saya masuk, Merpati menorehkan kerugian Rp 78 miliar tahun lalu. Sebetulnya, kami sudah memotivasi tim manajemen supaya bisa mendapatkan keuntungan hingga Rp 100 miliar,     sehingga kami bisa mengompensasi kerugian tahun lalu dan rapor Merpati bisa langsung biru sebesar Rp 20 miliar lebih.
Namun, kami tidak mau muluk-muluk bicara soal untung. Target kami tahun ini adalah Merpati tidak rugi lebih dulu. Karena, kami sedang melakukan program pemulihan (recovery) mulai 2010 sampai 2012. Pada periode ini, Merpati tidak perlu membayar utang.
Nah, setelah Merpati bisa belajar jalan dan olahraga ringan, kami menargetkan Merpati bisa mencapai pendapatan sebesar Rp 200 miliar saban tahunnya. Artinya, kami menargetkan Merpati sudah bisa untung pada     sekitar tahun 2013–2015.
Setelah melalui tahap ini, Merpati bisa bersolek diri. Kami targetkan, pada 2016–2017, Merpati bisa bersiap diri mengikuti program privatisasi dan bisa go public di tahun 2017.
 

Benny Wennas - Presiden Komisaris Bess Finance

Kamis, 27 Mei 2010

Saya akan menjadi bos yang lebih bermakna

BENNY Wennas, salah satu pendiri WOM Finance, kini kembali masuk ke bisnis pembiayaan (multifinance). Baru-baru ini, Benny mendirikan perusahaan multifinance bernama Bess Finance. Benny yakin, perusahaan ini nanti bisa lebih besar daripada perusahaannya terdahulu. Untuk itu, Benny sudah punya seabrek strategi. Kepada wartawan KONTAN Azis Husaini, Benny memaparkan strateginya tersebut di kantornya, Rabu (30/6) lalu.

Saya memang sudah lama meninggalkan industri pembiayaan. Saya terikat perjanjian ketika menjual saham saya di Wahana Ottomitra Multiartha (WOM) Finance kepada Bank Internasional Indonesia, bahwa saya tidak boleh mendirikan perusahaan sejenis selama lima tahun.

Nah, sejak 1 Mei 2010 perjanjian itu tidak berlaku lagi. Jadi, saya kembali bergelut di bisnis multifinance. Saya lantas mendirikan Bess Finance. Saya juga mendapat bantuan dari anak didik saya ketika masih bekerja di WOM Finance. Mereka mau ikut mengembangkan perusahaan ini. Memang sebagian besar pekerja di sini bekas pekerja WOM Finance.

Untuk membesarkan bisnis ini, saya menyusun strategi. Pertama, saya menyiapkan target. Saya menargetkan setiap bulan Bess Finance bisa menjual 8.000 unit motor bekas.

Agar target tercapai, tahun ini saya akan membuka 100 outlet di berbagai daerah. Saat ini, outlet Bess Finance baru berada di Pulau Jawa, yaitu tersebar di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Saya  juga akan mencoba masuk ke pasar Sumatra.

Tahun depan, Bess akan menambah jaringan lagi, sehingga kami memiliki total 200 gerai. Ekspansi ini untuk mendukung pencapaian target pembiayaan Rp 400 miliar.

Dalam hal pembiayaan, Bess Finance akan fokus pada pembiayaan motor bekas. Saat ini, hampir 90% dari pembiayaan Bess merupakan pembiayaan sepeda motor bekas, sisanya pembiayaan mobil bekas.

Kedua, menyiapkan sumber pendanaan. Dalam bisnis ini pendanaan pihak ketiga adalah salah satu hal yang penting.

Saat ini sudah ada 11 bank yang berkomitmen menyediakan pendanaan bagi Bess, di antaranya Bank Panin yang memberikan pinjaman sekitar Rp 130 miliar. Lalu, ada Bank Kesawan yang memberi pinjaman Rp 40 miliar dan Bank Ganesha sebesar Rp 30 miliar.

Kemudian, Bank Syariah Mandiri juga memberi pinjaman Rp 30 miliar. Dalam waktu dekat, Bess pun akan mendapatkan dana dari Bank Agris sekitar Rp 40 miliar.

Hanya saja memang masih ada kendala dari sisi pendanaan. Kami sulit mendapatkan pendanaan dari bank asing. Saat ini seluruh bank asing juga mempunyai bisnis pembiayaan motor atau mobil. Otomatis mereka tidak lagi mau memberikan pendanaan kepada kami-kami yang tidak memiliki sandaran lembaga keuangan.

Saya meminta kepada Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan agar mengatur hal ini agar bisnis multifinance tetap bisa tumbuh. Kami yang masih kecil ini juga bisa dipercaya, kok. Kami bisa menepati janji membayar utang, karena kami memiliki bisnis yang riil dan benar.

Menjadi Mourinho

Strategi ketiga, agar perusahaan ini bisa terus berkembang, saya akan memberikan saham kepada para direktur di perusahaan ini. Dengan kepemilikan saham bersama itu, mereka semua akan merasa memiliki perusahaan ini.

Mereka akan menjaga perusahaan ini dengan baik, karena di sana ada uang mereka juga. Dengan prinsip ini, ketika saya pensiun tetap ada yang menjaga perusahaan itu. Saya pun bisa jalan-jalan dan berlibur.

Keempat, saya akan menerapkan pola kepemimpinan serupa dengan yang saya terapkan saat masih di WOM Finance dulu. Saat masih menjadi Presiden Direktur WOM Finance, saya menerapkan budaya kerja terbuka.

Mungkin cara ini mirip seperti ketika tim Inter Milan diasuh Mourinho. Semua organisasi hidup. Sebagai pemimpin, saya  harus bisa menggerakkan roda organisasi.

Jadi, saya menerapkan konsep learning, sharing, and coaching. Setiap tiga bulan sekali saya turun ke berbagai cabang untuk memberi pelatihan. Saya juga dulu rajin menyampaikan visi dan misi. Seluruh karyawan mengerti keinginan saya dalam membangun perusahaan.

Begitu pula di Bess Finance ini. Selain menerapkan konsep learning, sharing, and coaching, saya juga turun lagi memberikan pelatihan kepada  para pengelola cabang di daerah. Rencananya saya akan melakukannya setiap tiga bulan sekali. Setiap satu kali pelatihan berlangsung dua hari.

Saya juga akan membuat executive club yang beranggotakan para general manager dan senior manager Bess Finance Mereka akan saya beri pelatihan sebulan sekali. Kenapa ini saya lakukan, karena dulu saya kerap melihat keangkuhan bos. Mereka sering marah-marah di balik meja, tapi tidak pernah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada bawahan.

Dari sana, saya berjanji jika saya menjadi bos, saya akan menjadi bos yang lebih bermakna di mata karyawan. Saya ingin memberikan ilmu kepada mereka, mengajarkan mereka menjadi karyawan yang baik dan bisa diandalkan.

Di sini saya mencoba menempatkan posisi saya bukan lagi sekadar bos, tapi saya juga bisa menjadi teman mereka. Saat ini, saya mempunyai karyawan sekitar 1.200 orang. Saya harus bisa menghargai mereka semua, sebab saya tidak mau mengulang apa yang pernah terjadi kepada saya saat menjadi karyawan di masa dulu.

Saya berkeyakinan bahwa sukses itu tidak pernah datang jika hanya duduk di belakang meja. Waktu di WOM, saya dan karyawan selalu belajar dari kesalahan yang pernah kami lakukan di lapangan.

Dari situ, kami melakukan sharing dan saya memberikan panduan agar kesalahan tidak terjadi lagi. Saya ingin membina anak buah saya supaya anak buah juga sukses.

Nah, dengan sering bertemu dan terbuka, saya yakin organisasi ini akan berkembang dan bisa jadi lebih besar dari perusahaan saya sebelumnya. Mereka bisa membeli manajemen, tapi mereka tidak bisa membeli gaya saya mendidik karyawan.

Saya berharap mudah-mudah-an strategi-strategi ini bisa menjadi pemicu semangat para karyawan supaya perusahaan ini besar. Mengenai prospek bisnisnya sendiri, saya sangat yakin prospek bisnis pembiayaan masih sangat cerah.

Porsi pasar bisnis ini masih sangat besar. Dalam setahun penjualan sepeda motor bisa mencapai enam juta unit. Di setiap kuartal, perusahaan sepeda motor selalu membuat varian baru. Dari sana, peluang bisnis sepeda motor bekas terbuka lebar. Hal inilah yang saya tangkap dari peluang itu.

Saya juga yakin bisa membesarkan perusahaan ini, karena saya sudah berpengalaman dalam bisnis ini sebelumnya. Sewaktu saya pertama kali mendirikan WOM Finance bersama rekan-rekan tahun 1995, kami hanya bisa menjual 1.000 unit sepeda motor per bulan.

Terakhir tahun 2005, kami sudah bisa menjual 400.000 unit motor per bulan. Dari sisi modal, awalnya modal kami hanya Rp 10 miliar. Terakhir sebelum saya tinggal, asetnya sudah mencapai Rp 600 miliar. Apalagi masa sekarang. Saat ini saya sudah lebih mudah berbisnis. Sekian tahun saya menjalin relasi bisnis dengan para bankir, dan kini saya merasa mereka bisa percaya saya.

Sejauh ini perkembangan Bess Finance sudah cukup bagus. Awalnya saya memulai dengan modal Rp 100 miliar. Sekarang, kami sudah mempunyai aset Rp 300 miliar.   

Manoj Punjabi - Presiden Direktur MD Entertainment

Kamis, 27 Mei 2010

Saya terinspirasi budaya kerja ala Hollywood


Di industri sinetron dan perfilman nasional, nama Manoj Punjabi sudah tidak asing lagi. Perusahaan yang dipimpinnya, MD Entertainment, telah merilis seabrek film dan sinetron favorit masyarakat Indonesia. MD pun menjelma menjadi salah satu rumah produksi terbesar di Indonesia. Untuk mengetahui strategi dan rencana bisnisnya ke depan, Wartawan KONTAN Fahriyadi menemui Manoj di kantornya, Rabu (30/6) lalu

Visi saya mendirikan MD Entertainment sejak tujuh tahun lalu adalah membangun industri perfilman yang berbeda. Maksudnya, saya ingin film yang dihasilkan MD memiliki identitas sendiri. Saya tidak ingin dibilang tanggung  memberikan sesuatu yang berbeda untuk televisi dan film, maka saya mendirikan perusahaan ini.

Anda bisa melihat perbedaan yang saya buat dalam beberapa film atau sinetron produksi kami. Contohnya Cinta Fitri. Apa yang ada di sinetron itu merupakan cerita yang memang terjadi di lingkungan kita.

Saya juga mencoba memberikan perbedaan ketika menggarap film Ayat-Ayat Cinta. Hasilnya, film itu menjadi terobosan baru di bidang perfilman Indonesia. Asal tahu saja, membuat film religi itu bukan pekerjaan mudah.

Bagi saya, Ayat-Ayat Cinta adalah karya terbaik yang pernah saya buat. Memang sebelum membuatnya pun saya sudah tahu film ini akan sukses. Kalau meminjam istilah dalam olahraga, Ayat-Ayat Cinta adalah homerun.

Cinta Fitri juga termasuk karya MD yang luar biasa. Sinetron ini ternyata bisa menarik apresiasi dari seorang tokoh nasional seperti BJ Habibie. Hal ini memberi saya kepuasan batin yang tidak ternilai harganya. Agar bisa menyajikan sesuatu yang baru dan berbeda itu tentu tidak gampang. Saya melakukan inovasi yang revolusioner di MD Entertainment. Sesuai dengan jati diri MD yang kreatif dan inovatif.

Kami misalnya, terus mencari dan mendapatkan talenta baru. Kami juga terus melatih dan menggali kemampuan para pendatang baru ini.

Terus terang, saya sangat senang jika melihat ada bintang baru yang sukses setelah meniti karier dari bawah. Istilahnya from zero to hero.

Seperti yang sudah saya lakukan terhadap sosok penyanyi yang saat  itu sedang naik daun Cinta Laura di sinetron Cinderella. Atau terhadap bintang yang betul-betul baru, seperti Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu di Cinta Fitri.

Saya yakin, dengan membuat terobosan seperti ini, industri perfilman kita makin kaya dan maju. Sudah saatnya kita terus menciptakan artis-artis baru. Hal ini membuat proses regenerasi akan terus berjalan.

Memang, memakai pendatang baru dalam sebuah film atau sinetron penuh risiko. Artinya, kesuksesan produk ini di pasar bakal dipertaruhkan dengan bintang yang belum begitu dikenal awam.

Namun, saya punya cara untuk mengatasi hal ini. Selain faktor keberanian, saya tidak melupakan faktor cerita yang kami kemas secara menarik supaya bisa menggaet penonton. Di sinilah salah satu nilai lebih MD Entertainment.

Produksi sebuah film bagus tidak harus berbiaya mahal. Sebaliknya, film berbiaya besar tak otomatis menghasilkan cerita apik. Menurut saya, jiwa dari sebuah film itu justru ada di gagasan ceritanya.

Sayangnya, saya melihat perkembangan industri film di Tanah Air tidak memperhatikan roh dari film itu sendiri. Banyak produsen film yang tidak lagi menjaga mutu film, sehingga terkesan asal-asalan membuat film. Ini bisa merusak industri perfilman itu sendiri. Saya menyimpulkan, industri perfilman nasional memang sedang tumbuh namun dari sisi fondasi masih belum kuat.

Sebetulnya, peluang film nasional berkembang lebih jauh lagi terbuka lebar. Belum lama ini, pemerintah sudah merevisi Daftar Negatif Investasi (DNI) untuk sektor perfilman yang memungkinkan investor asing masuk di industri perfilman di Indonesia.

Bisa jadi insan perfilman  asing ini bakal membawa sumber dana besar serta teknologi film yang lebih maju. Jika ini terjadi, industri film kita bakal bersaing secara sehat.

Saya yakin, para insan perfilman nasional tidak akan tenggelam oleh pembukaan industri film bagi investor asing. Justru kita masih bisa memegang kendali. Saya sendiri tidak takut dengan kehadiran para sineas internasional nantinya. Sebab saya yakin pemerintah pasti akan mengawasi kebijakan ini dengan ketat.

Ini lantaran pasar film nasional masih belum tergarap secara luas. Bayangkan, dari jumlah  penduduk Indonesia yang mencapai 235 juta jiwa, masa film yang paling laris di negeri ini cuma ditonton oleh 4 juta jiwa. Ini jelas tidak masuk akal, tapi sekaligus menunjukkan masih besarnya potensi bisnis di industri film kita.

Kreativitas dan etos

Untuk menyelesaikan persoalan ini, sebagai pebisnis tentu tidak bisa berjalan sendiri. Kami ingin meminta bantuan pemerintah. Pertama, saya ingin pemerintah mengambil kebijakan yang membuat jumlah bioskop di Tanah Air semakin banyak.

Kedua, saya ingin pemerintah menindak tegas aksi pembajakan terhadap film-film nasional. Kalau perlu, setiap pembajak dikenakan sanksi denda yang besar, misalnya Rp 5 miliar atau lebih besar lagi karena yang rugi tidak cuma industri film tapi juga negara.
 Meski hambatan ada di depan mata, MD Entertainment tidak lantas berdiam diri saja. Sebagai pemimpin, saya sudah memakai gaya kepemimpinan sense of belonging. Intinya adalah saya ingin setiap karyawan di MD Entertainment merasa bahwa MD adalah  rumah mereka. Mereka harus merasa memiliki perusahaan ini.

Imbasnya, kreativitas banyak muncul di perusahaan kami. Kreativitas adalah modal utama di industri perfilman.

Saya juga menerapkan sistem kerja I want it now. Saya ingin setiap pekerjaan yang ada di MD bisa dikerjakan dengan cepat dan efektif oleh setiap karyawan di sini. Setiap ada pekerjaan jenis apa pun yang saya inginkan, para karyawan kami bisa cepat mengerjakannya.

Terus terang, gaya kepemimpinan tersebut terinspirasi dari para sineas dunia, terutama dari Hollywood, Amerika Serikat. Para sineas Hollywood kala mengerjakan film atau membuat serial televisi sangat serius dan cermat. Metode kerja seperti ini sudah mereka lakukan selama kurun waktu 80 tahun lebih. Hasilnya memang langsung terasa hingga kini.

Banyak orang bilang, Amerika terkenal membuat dua produk: senjata dan film. Mereka mampu menggali segala potensi yang terkesan biasa menjadi luar biasa. Ada salah satu tokoh film yang mengilhami saya dalam mengembangkan MD, yakni Steven Spielberg. Saya kagum atas hasil karyanya.

Saya juga tidak melupakan etos kerja yang baik. Saya selalu berpegang teguh kepada kebenaran, kejujuran, dan loyalitas. Inilah bentuk dedikasi saya. Tanpa nilai-nilai ini semuanya seolah tanpa arti.

Saya sudah menjalankan budaya kerja seperti ini sejak MD berdiri sampai sekarang. Tanpa etos kerja seperti ini, MD tidak akan seperti saat ini. Etos seperti merupakan modal untuk menggarap film yang paling laris dalam sejarah perfilman nasional, yakni Ayat-Ayat Cinta. Etos pula yang kemudian bisa membuat film Suster Ngesot bisa sukses, padahal proses pengerjaan skenario cuma memakan waktu dua hari saja.

Saya sadar, film bisa mempengaruhi orang lain. Bahkan bisa mempengaruhi gaya hidup serta citra sebuah negara. Karena film adalah senjata terampuh jika dipakai dengan benar.

JB Kendarto - Direktur Utama Bank Mega

Kamis, 27 Mei 2010

Kami akan bersinergi dengan Carrefour dan Trans Studio 


Sejak April lalu, Bank Mega mempunyai bos baru. Rapat Umum Pemegang Saham mengangkat Johanes Bambang Kendarto, sebelumnya Direktur Tresuri Bank Mega, sebagai direktur utama bank milik Para Group tersebut. Pria yang akrab disapa Pak Ken ini pun langsung mendapat setumpuk pekerjaan rumah. Kepada Wartawan KONTAN Fahriyadi dan Harris Hadinata, Ken menuturkan rencananya selama memimpin Bank Mega ini, akhir Mei lalu, di kantornya.
Pemegang saham menugaskan saya memimpin Bank Mega dan membawa bank ini ke arah visi yang telah digariskan para pemegang saham. Itu mandat mereka kepada saya.
Visi para pemegang saham adalah bank ini harus menjadi kebanggaan bangsa atau pride of the nation. Di lapangan, visi ini dijabarkan dengan langkah-langkah tertentu.
Langkah-langkah tersebut yaitu, tahun 2018, Bank Mega sudah mempunyai 1.000 kantor cabang di seluruh Indonesia. Aset Bank Mega juga harus mencapai Rp 1.000 triliun.
Itu jangka panjang. Untuk jangka pendek, pemegang saham memberikan beberapa target untuk saya. Saya diberi tugas membawa Bank Mega mencapai target laba Rp 864 miliar tahun ini, dari Rp 531 miliar tahun lalu.
Saya juga harus bisa meningkatkan aset Bank Mega dari Rp 39,7 triliun di 2009 menjadi Rp 46,3 triliun. Dana Pihak Ketiga (DPK) harus naik dari Rp 32,8 triliun tahun lalu, menjadi Rp 39,8 triliun. Tingkat penyaluran kredit harus mencapai Rp 24 triliun dari Rp 18,6 triliun tahun lalu.
Untunglah, pendahulu saya mewariskan perusahaan yang sudah berjalan baik. Saya tinggal meneruskan program-program pendahulu saya dan fokus mencapai target yang diberikan pemegang saham.
Tentu saja, karena tipe setiap orang berbeda, cara menjalankan perusahaan bisa berbeda. Jadi, mungkin saja saya melakukan penyesuaian kalau diperlukan. Sejauh ini, selama tiga bulan menjadi direktur utama, saya belum melihat ada perubahan yang harus saya buat.
Di bidang bisnis, fokus bisnis Bank Mega ke depan juga akan berbeda dengan sebelumnya. Kami sekarang beralih ke penyaluran kredit untuk usaha kecil dan menengah (UKM). Targetnya, 50% portofolio bank  ini adalah kredit UKM.
Kami memilih masuk bisnis UKM karena paling tahan banting. Waktu krisis finansial 2008 dan krisis 1997 dulu, UKM terbukti lebih kuat.
Kami sebenarnya sudah mulai mengalihkan fokus ke UKM sejak pertengahan tahun lalu. Kami memulai dengan mempersiapkan infrastruktur, yakni dengan melatih dan mendidik orang-orang Bank Mega agar menjadi UKM-minded. Sebab, cara berjualan kredit untuk UKM itu berbeda.
Kami juga melatih orang-orang kami untuk menilai jaminan UKM. Di bisnis kredit korporat, kita tinggal menunjuk lembaga penyedia jasa penilai, semisal Surveyor Indonesia, untuk menilai suatu jaminan perusahaan. Tetapi, jelas kemahalan jika kami harus menyewa jasa lembaga tersebut untuk menilai jaminan UKM. Jadi kami mendidik saja orang-orang kami.
Pertumbuhan organik
Sampai saat ini, perkembangan kredit UKM ini cukup bagus. Akhir tahun lalu, penyaluran kredit UKM Bank Mega masih sekitar Rp 1,1 miliar. Ini karena dalam enam bulan tersebut kami masih lebih fokus mempersiapkan infrastruktur.
Sampai Mei tahun ini, permohonan kredit sudah mencapai Rp 400 miliar lebih. Artinya, sekarang kurang lebih permohonan kredit mencapai Rp 80 miliar per bulan.
Target kami, bisa mencapai Rp 200 miliar per bulan. Juni ini kami berharap jumlah kredit UKM bisa mencapai Rp 100 miliar, lalu September atau Oktober sudah mencapai target Rp 200 miliar per bulan
Target sampai akhir tahun untuk kredit UKM ini Rp 3 triliun. Dari situ, kami mengharapkan bisa memperoleh Rp 2 triliun dari pertumbuhan organik, yakni dari cabang-cabang Bank Mega. Kredit Rp 400 miliar tadi seluruhnya masih dari pertumbuhan organik.
Sisanya, kami harapkan dari pertumbuhan non organik, yaitu kerjasama dengan mitra. Kami sudah menggandeng beberapa bank pembangunan daerah (BPD), bank perkreditan rakyat (BPR), dan modal ventura.
Sampai saat ini, kami sudah meneken perjanjian dengan beberapa mitra. Misalnya dengan BPD Sulut ada perjanjian kredit Rp 200 miliar. Dengan BPD Sulsel sebesar Rp 500 miliar. Selain itu dengan PNM kalau tidak salah kami sudah meneken sekitar Rp 75 miliar.
Kami juga akan mengembangkan fee based income. Dulu memang fee based income belum digarap dengan baik. Fee based itu kan bisa dari biaya-biaya rekening, dari provisi kredit, dan lain-lain.
Untuk memperkuat fee based income ini saya akan membawa Bank Mega menjadi bank transaksi. Ke depan, kami mau semua orang punya kartu kredit dan kartu debit Bank Mega di dompetnya. Untuk itu, salah satu langkah yang akan kami lakukan adalah memanfaatkan jaringan di grup usaha kami.
Anda tahu, grup usaha kami baru saja mengakuisisi Carrefour. Ke depan, kami akan bersinergi dan bisa menarik orang berbelanja di Carrefour dengan kartu Bank Mega.
Contoh lain, grup usaha kami juga punya Trans Studio. Ke depan, kami berharap semua orang yang masuk Trans Studio akan memakai e-wallet. Ini kartu prepaid kami. Potensi ini akan semakin besar karena tak lama lagi Trans Studio di Bandung bisa beroperasi.
Di Makassar, e-wallet sudah bisa digunakan untuk membayar parkir. Di Surabaya juga sudah bisa dipakai membayar tol. Kami akan memperluas agar bisa digunakan di mal-mal.
Tentu saja kami juga memperbaiki sistem. ATM akan kami perbanyak. Sekarang ATM Bank Mega baru 500, pasti kami tambah. Kami juga sudah kerjasama dengan jaringan ATM Bersama dan ATM BCA. Selain itu kami juga sudah memiliki fasilitas mobile banking.
Sejak tiga tahun lalu Bank Mega juga mulai menggarap transaksi foreign exchange. Ini ikut memberi sumbangan ke fee based income. Sekarang banyak cabang Bank Mega yang bisa bayar biaya operasional kantor dari transaksi valas nasabah. Saya juga bilang ke cabang begitu. You bayar biaya operasional dari transaksi valas. Untuk laba, you cari dari kredit.
Kemudian, untuk mendorong agar cabang-cabang Bank Mega bisa mencapai target yang ditetapkan, kami punya yang namanya sistem pengawasan target. Tiap minggu, direktur yang membawahi jaringan itu harus memberi laporan dalam rapat komisaris dan direksi. Cabang selalu diingatkan untuk mencapai target.
Direktur kredit yang membidangi UKM juga selalu memonitor target. Cabang yang kredit UKM agak seret ditanya, kenapa bisa begitu. Kami akan mencari solusi bersama.
Untuk menjaring nasabah kredit, kami berusaha mempercepat proses pencairan kredit. Kalau data lengkap, tiga hari sudah bisa cair. Selain itu kami menawarkan bunga yang lebih rendah dari bank lain. Bunga kredit UKM di Bank Mega cuma 9% per tahun.
Sistem penilaian kinerja karyawan juga berubah. Kalau dulu, penilaian karyawan lebih fokus di funding. Kalau sekarang saya bilang, 30% bobot penilaian kerja itu ada di fee based income, 30% penyaluran kredit, dan 30% untuk dana murah. Porsi 10% sisanya dari target laba.
Saya optimistis target yang ditetapkan oleh pemegang saham bisa tercapai. Misalnya target laba. Sampai akhir tahun kan targetnya Rp 864 miliar. Per kuartal I-2010, laba setelah pajak sudah Rp 236 miliar. Jadi saya optimistis.