Tuesday, 15 March 2011

Tri Sunoko - Direktur Utama PT Angkasa Pura II

Kamis, 30 September 2010

Saya menerapkan strategi dengan manajemen stres

Begitu menjabat Chief Executive Officer (CEO) PT Angkasa Pura II, Tri Sunoko langsung menghadapi masalah: matinya listrik dan radar di Bandara Soekarno-Hatta. Insiden ini mengundang kontroversi di kalangan masyarakat. Publik pun menyalahkan Angkasa Pura II. Kepada jurnalis KONTAN Yudo Widiyanto, Kamis (16/9) lalu, Tri memaparkan strateginya mengelola bandara hingga rencana membangun bandara kelas dunia.  

Dulu, sebagai Direktur Angkutan Udara di Kementerian Perhubungan, saya banyak melontarkan kritik kepada Angkasa Pura II. Semua hal, mulai dari masalah kotoran di toilet, delay pesawat, hingga  pelayanan, saya kritik. Ini karena kementerian saya hanya membuat kebijakan (policy) dan pengawasan. Salah satu yang saya bidik adalah pengelolaan bandara oleh Angkasa Pura II.

Tapi, sekarang, saya ada di posisi sebaliknya. Saya merasakan langsung apa yang dikeluhkan masyarakat dan pengguna jasa. Jadi, dulu saya pengkritik, sekarang saya banyak menuai kritik.

Ini yang saya alami ketika lampu bandara dan radar mati di Bandara Soekarno-Hatta beberapa yang waktu lalu. Ketika itu, rentang waktu bandara mati lampu hanya terjadi dalam kurun waktu dua detik saja. Tapi, sorotan mata dunia langsung tertuju kepada kami.

Saya tidak mau membela diri. Namun, masalah di semua sektor transportasi sebenarnya lebih kompleks. Lalu, mengapa kami yang menjadi sorotan? Ini karena sektor transportasi memang sensitif, khususnya bandara.

Terus terang, kejadian itu membuat saya stres. Baru menjabat sebagai direktur utama sudah langsung ada insiden ini. Berbeda dengan sebelumnya saat di kementerian, saya bisa bernapas tenang. Sekarang, baru melek dari tempat tidur, saya sudah dag-dig-dug dan langsung berdoa: semoga tidak terjadi apa-apa di bandara.

Setiap hari, adrenalin saya sekarang meningkat tajam dan waswas; tantangan apalagi yang ada di bandara? Tapi, saya tidak mau banyak mengeluh. Semua masalah ini adalah risiko amanah jabatan saya.

Berkaca dari masalah ini, saya memilih menerapkan strategi dengan manajemen stres. Saya tidak ingin, akibat kejadian ini, kerja semua menjadi berantakan.

Bayangkan, saya banyak dimarahi orang-orang, tapi, ketika itu, saya tidak ikut-ikutan menekan anak buah saya. Saya memilih bersedia menjadi bumper dan menghadapi kemarahan orang-orang.

Membutuhkan waktu

Risikonya, akhirnya, saya  menjadi korban. Namun, saya lebih suka dengan model kepemimpinan yang seperti ini. Saya merasa menjalankan amanah dengan total. Lebih baik membiarkan teman-teman di Angkasa Pura bekerja secara optimal. Dengan hasil optimal, feed back yang kami peroleh kelak akan lebih bagus.

Bagi saya, ini lebih baik ketimbang saya menekan anak buah. Hasil kerja mereka justru akan lebih jelek. Jadi, lebih baik meng-"orang"-kan mereka agar output kerja mereka tetap baik.

Kejadian mati listrik dan radar justru membuat kami harus berbenah diri, bukan malah berlari dari persoalan. Kita harus berbuat sesuatu yang radikal dan signifikan. Masalah bandara, biar listrik hanya mati dua detik, getarannya sampai masyarakat internasional. Ini menunjukkan betapa penting dan signifikan jasa bandara di mata internasional.

Dari banyak masalah di 12 bandara yang kami kelola, Bandara Soekarno-Hatta salah satunya. Salah satu yang urgen adalah soal kapasitas atau daya tampungnya. Dari terminal satu sampai empat, total kapasitas bandara kita itu bisa menampung 22 juta penumpang per tahun. Sekarang, lalulintas bandara makin tinggi dan total penumpang melonjak menjadi 32 juta orang per tahun.  

Ini belum memperhitungkan pertumbuhan penumpang Soekarno-Hatta setiap tahun yang mencapai sekitar 10%. Lima tahun mendatang, jumlah penumpang bisa mencapai 50 juta orang. Bayangkan kalau rumah yang seharusnya cuma diisi empat orang ini diisi 10 orang. Pasti tidak nyaman.

Strategi apa yang akan kami lakukan? Sekarang, kami sedang menyusun blue print  tentang apa saja yang akan dibangun dalam lima tahun mendatang. Namun, dalam jangka pendek, saya akan melakukan redistribusi kapasitas. Tidak langsung resize total. Misalnya lokasi proses checking kami pencar. Begitu juga dengan sirkulasi. Sirkulasi terminal yang sudah padat saya coba redistribusi ke terminal airlines yang tak terlalu padat. Intinya, kita geser-geser agar lengang.

Paling tidak, dengan cara ini, pelayanan menjadi lebih seimbang. Maka, dengan demikian,  parkir akan lebih merata, meskipun belum 100% nyaman. Targetnya adalah sampai mulai terlihat lengang, sehingga pelayanan lebih baik dan lebih nyaman. Saya tak mau mengubah seperti face off dengan membongkar bandara seluruhnya.

Saat Lebaran kemarin, saya juga melibatkan pramuka dan belasan duta bandara yang menggunakan roller blade untuk membantu kami dalam pelayanan. Nah, rencananya, duta bandara ini akan kami gunakan terus. Namun, sebelumnya, akan kami evaluasi dulu.  

Tanggung jawab disiplin masyarakat, sejatinya, bukan hanya tanggungjawab kami, tapi juga masyarakat. Terkadang, oknum masyarakat memakai toilet buat mandi. Hal-hal ini sepele tapi mengganggu kenyamanan di bandara.

Saya dan karyawan Angkasa Pura II bertekad, setiap hari dan bulan, kita harus lebih baik dari kemarin. Perbaikan kecil-kecil yang kami lakukan, kalau diakumulasi sampai satu tahun, hasilnya akan tampak. Apalagi kalau kita lakukan bertahun-tahun. Inilah yang kami lakukan.
 
Saya percaya, itu akan memberikan perubahan. Kita tidak mau muluk-muluk dalam membuat strategi. Mengubah mind set tentu membutuhkan waktu.

Dengan total jumlah karyawan mencapai 7.000, saya berusaha memperlakukan karyawan sebagai roda penggerak perusahan ini. Tapi, membangun budaya kerja tidak gampang.  Prinsipnya, kami mempunyai komitmen, transparansi, trust, dan kebersamaan untuk mengubah mind set. Kami berkomitmen agar semua strategi perusahaan tercapai dan ada transparansi agar semua kebijakan dapat diketahui semua orang. Dengan begitu, penentuan keputusan bisa tepat sasaran.

Sebagai sebuah tim, kami juga harus menjunjung tinggi trust. Semua harus saling percaya dan menghormati. Jika itu terjadi, akan ada kebersamaan dalam menyelesaikan setiap masalah.

Hal lain yang saya lakukan adalah mengubah mind set. Dulu ada anggapan, yang namanya CEO itu adalah yang paling tinggi, setelah itu, manajemen menjadi nomor dua, lalu karyawan paling bawah. Terakhir baru pelanggan, yakni airlines.

Sekarang tidak, pelanggan menempati prioritas utama kami, kedua karyawan sebagai roda penggerak perusahaan, selanjutnya manajemen, dan CEO ada bagian terakhir. Pelanggan adalah sumber uang kami. Saya digaji dari pelanggan, begitu juga semua karyawan. Jadi, servis utama adalah untuk pelanggan.

Sebagai target jangka panjang, kami ingin menjadikan Soekarno-Hatta dan Kualanamu bandara world class sehingga setara dengan bandara regional lainnya. Makanya, kami menyiapkan triliunan rupiah untuk investasi pembangunan Bandara Kualanamu.

Kelak, Bandara Kualanamu akan kami jadikan tempat transit para maskapai dunia. Tidak seperti sekarang, mereka lebih memilih transit di Singapura atau Malaysia.

K.F. Lai - Chief Executive Officer BuzzCity Pte Ltd

Senin, 27 September 2010

Potensi pasar iklan mobile di Indonesia masih besar 

BuzzCity, perusahaan media berbasis mobile yang menawarkan akses jaringan iklan, serius menggarap pasar iklan mobile di Indonesia. Tahun ini, BuzzCity mulai membuka kantor operasional di Indonesia. Tentu saja, BuzzCity juga sudah menyiapkan strategi untuk mengembangkan bisnisnya. K.F. Lai, CEO BuzzCity, memaparkan strategi tersebut kepada Harris Hadinata dan Fahriyadi dari KONTAN,  beberapa waktu lalu.

BuzzCity adalah perusahaan perantara antara pengiklan dan agensi media. Tapi, media iklan yang digunakan spesifik hanya mobile. Misalnya, katakan ada pengiklan yang mau beriklan di mobile page, BuzzCity membantu mereka untuk penempat-an iklan-iklan tersebut.

BuzzCity bisa membantu penempatan iklan bukan cuma untuk mobile page di Indonesia, tapi di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, kami sudah banyak bekerja sama dengan pemilik konten untuk penempatan seperti itu.

Jadi, BuzzCity merupakan ad network. Sejauh ini, kami memiliki 3.000 konten. Para pengiklan bisa menaruh kontennya di situ. Untuk pengiklan sendiri, saat ini kami sudah melayani 2.000 pengiklan di seluruh dunia. Sekitar 100 di antaranya ada di Indonesia.

Bisnis ini menarik, karena mobile itu tanpa batas, pengiklan di luar negeri pun bisa beriklan di Indonesia. Begitu pula sebaliknya. BuzzCity akan membantu mereka beriklan di mobile di negara mana pun yang mereka mau.

Perusahaan ini sudah berdiri sejak 11 tahun yang lalu. Tapi,  kami baru masuk ke bisnis mobile advertising ini lima tahun lalu. Sebelum itu, kami merupakan penyedia konten.

Kami melihat perkembangan di bisnis mobile advertising ini sangat bagus. Di Indonesia sendiri, banyak indikator yang menunjukkan perkembangan bisnis ini akan positif.

Sejak tiga tahun yang lalu,  kami melihat operator ponsel di Indonesia mulai menurunkan tarif akses internet melalui ponsel. Jadi, harganya makin murah. Selain itu, pengguna ponsel sendiri makin banyak karena harga ponsel juga makin murah. Pasar iklan mobile di Indonesia sendiri juga sudah berkembang pesat.
Tiga tahun lalu, pencapaian iklan BuzzCity di Indonesia masih nol dan sekarang sudah sekitar US$ 2 juta–US$ 3 juta. Ini setara 40% pasar iklan mobile di Indonesia. Jadi, mulai tahun ini, BuzzCity serius menggarap pasar Indonesia.

Potensi pasar iklan mobile di Indonesia juga masih besar. Saat ini, televisi memakan sekitar 60% dari total belanja iklan. Adapun media cetak dan radio mengambil sekitar 35%.

Sisanya adalah belanja iklan untuk media online, di dalamnya termasuk mobile. Menurut penelitian kami, belanja iklan untuk mobile cuma 0,1% dari total belanja iklan. Jadi, masih ada peluang besar.

Apalagi, orang tidak menghabiskan seluruh waktunya di depan televisi. Orang usia 25 tahun ke atas cuma memakai 40% dari waktu bangun mereka menonton televisi. Orang berusia kurang dari 25 tahun malah lebih sedikit lagi, cuma 20%–30% dari waktu bangun mereka.

Tapi, orang sejak bangun tidur tidak pernah jauh dari ponsel mereka. Jadi, hampir 100% dari waktu bangun mereka bersama ponsel.

Selain itu, kalau kita lihat, berapa banyak orang Indonesia yang punya televisi? Kalau dibandingkan dengan orang yang punya telepon lebih banyak mana? Jadi, saya optimistis potensinya masih besar. Saya melihat mungkin dalam lima tahun ke depan belanja iklan di mobile bisa bergerak menjadi 10% dari total belanja iklan.


Impresi meningkat

Selama tiga tahun ini, kami memang sudah masuk ke pasar Indonesia, tapi kami mengoperasikannya dari Singapura. Karena melihat potensinya sangat besar, tahun ini, kami langsung masuk ke Indonesia.

Jadi, sekarang kami sudah mempunyai kantor lokal di Indonesia. Kami juga sudah merekrut tiga staf untuk menjalankan operasional.

Kami juga memiliki beberapa rencana ke depan. Saat ini, kami melihat masih banyak agensi media yang belum melihat mobile sebagai media baru untuk beriklan. Ini menjadi tantangan BuzzCity. Jadi, salah satu rencana kami ke depan adalah mengedukasi agensi media.

Caranya, kami akan sharing data-data yang kami punya mengenai jumlah orang yang mengakses mobile web, apa yang mereka cari, dan sebagainya. Kami punya data yang kami rilis setiap kuartal.

Data yang kami rilis itu merupakan data terbaru pengguna ponsel di Indonesia. Misalnya data impresi pengguna ponsel di Indonesia dan dunia. Kami mengambil data dari 20 negara.

Dari data terakhir, impresi ponsel di Indonesia mencapai sekitar empat miliar kali. Artinya, kalau kita pasang iklan di ponsel, setidaknya iklan itu akan dilihat empat miliar kali. Data-data seperti ini yang akan kami gunakan untuk mengedukasi agensi media. Kami juga melakukan roadshow ke berbagai agensi media.
Kami juga menyusun cara untuk menarik pengguna ponsel agar melihat iklan. Untuk itu kami bekerja sama dengan content publisher. Saat ini ada sekitar 3.000 publisher. Kami meminta mereka membuat konten yang disukai user.

Untuk itu, kami juga memberi mereka masukan, pengguna ponsel di Indonesia lebih suka konten yang bagaimana. Misalnya, di Indonesia, pengguna ponsel lebih banyak bermain game. Kami ikut memberi masukan game seperti apa yang lebih disukai di Indonesia.

Dalam hal konten, kami memiliki dua produk situs. Yang pertama adalah situs komunitas My Gamma. Yang kedua adalah situs game, Djuzz. Indonesia merupakan pengakses My Gamma terbesar keempat dan pengakses Djuzz terbesar kedua.

Ke depan, kami akan meluncurkan dua situs lagi. Pertama, Mobile Recipes. Pengguna ponsel bisa mencari resep makanan kesukaannya dari situs ini, dan juga bisa membantu memutuskan dia akan memasak apa untuk makan hari itu. Kedua, kami akan meluncurkan Independent Music Site. Ini situs untuk mencari informasi soal grup musik indie. Informasi yang akan kami berikan terutama info jadwal manggung grup-grup tersebut.

Kami akan memulai situs tersebut di Indonesia. Kenapa? Karena kami melihat Indonesia memiliki banyak musisi indie. Selain itu, musisi indie Indonesia mempunyai pengaruh besar ke negara sekitar Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Rencananya, situs ini baru diluncurkan akhir tahun nanti.

Target kami, kami ingin mendapatkan pangsa pasar sebesar-besarnya di Indonesia. Kami tidak berpikir bisa menguasai 100%, tapi kami harap bisa menguasai setidaknya 50% pangsa pasar di Indonesia.

Saat ini, kami sudah menguasai 40%. Kami adalah pemain terbesar di Indonesia dan juga di beberapa negara Asia lainnya. Di Indonesia, setelah kami ada Google Admob. Di dunia Google Admob masih nomor satu, mereka besar sekali di Amerika Serikat.

Apalagi, kami punya klien dengan reputasi yang bagus. Beberapa waktu lalu, Djarum bekerja sama dengan kami untuk iklan pertandingan bulutangkis Djarum Indonesia Open. Kami juga bekerja sama dengan Puma dan Adidas saat Piala Dunia beberapa waktu lalu. Di Malaysia, kami bekerja sama dengan Malaysia Airlines.

Kami optimistis target ini bisa tercapai. Kami memprediksi impresi ponsel di Indonesia bisa terus berkembang. Sekarang, kami perkirakan sudah mencapai lima miliar kali per bulan. Sampai akhir tahun 2010 mendatang, kami berharap angka impresi tersebut bisa meningkat menjadi 10 miliar kali per bulan. 

 

Peter J. Crewe - Presiden Direktur PT AIA Financial

Jumat, 17 September 2010

Saya ingin jadikan AIA lebih besar dari AIG dulu

Saya sudah 17 tahun bekerja di Grup AIA. Terakhir, saya memegang AIA Hongkong. Ketika CEO Grup AIA menugasi saya memegang kendali AIA Financial di Indonesia, saya hanya membutuhkan lima menit untuk menerima tawaran itu.

Saya merasa beruntung bisa bekerja di Indonesia. Sebab, kami tahu bahwa kondisi politik dan ekonomi Indonesia dalam kondisi sangat baik. Indonesia termasuk negara berkembang yang memiliki potensi yang luar biasa. Utamanya untuk bisnis asuransi. Baru 5% dari jumlah penduduk Indonesia yang menggunakan asuransi atau produk keuangan. Ini merupakan pasar potensial. Hal itu pula yang menjadikan saya merasa tertantang untuk menangani AIA Financial Indonesia.

Saya juga melihat Indonesia berhasil keluar dari krisis ekonomi 2009 lebih cepat daripada negara-negara lain. Jadi, tidak ada alasan untuk meninggalkan Indonesia dengan populasi yang sangat besar ini. Bahkan, saya ingin menjadikan AIA Financial lebih besar dari AIG dulu, malah lebih besar lagi.

Dalam memimpin sebuah perusahaan, saya selalu mengharapkan karyawan mengetahui visi AIA Financial. Yaitu, menjadi perusahaan yang mampu menjadi penyedia jasa keuangan yang paling dibutuhkan dan tepercaya di Indonesia.

Saya berharap, AIA Financial bisa menjadi pemimpin di setiap jalur usaha dengan menawarkan beragam produk dan layanan yang fleksibel, inovatif, dan bernilai tinggi melalui berbagai jalur distribusi terbaik di Indonesia. Memang, dalam setiap kebijakan selalu ada saja masalah, tapi saya selalu menekankan supaya tetap merealisasikan pencapaian. Ini supaya kami semua tetap pada jalur yang sudah disepakati di AIA Financial.

Sebagai orang asing yang memimpin perusahaan di sini, saya memang harus sensitif dengan latar belakang budaya masyarakat yang berbeda. Namun, berbekal pengalaman saya memimpin AIA di Brunei dan Hongkong, saya tentu dengan cepat bisa menyesuaikan diri. Nah, pada dasarnya kepemimpinan saya sama, yakni mengutamakan kerja kelompok serta saling menghormati demi mencapai kesuksesan.
Terus terang, saya sangat terkesan dengan karyawan di sini. Mereka selalu bersikap ramah. Ini bekal yang baik dalam bekerja sama dan cocok dengan bisnis jasa keuangan seperti kami.

Dalam memimpin perusahaan di wilayah mana pun, saya juga selalu mengedepankan sikap terbuka. Saya bukan seorang pemimpin diktator. Artinya, tidak semua ide dari saya harus diterima atau dituruti karyawan. Mereka bebas mengemukakan ide. Saya juga menerima masukan, bahkan dari pemegang polis sekalipun. Ini akan membuat AIA lebih kaya ide, karena menerima masukan dari kalangan internal perusahaan maupun eksternal.

Untuk itu, saya akan terus memberikan peluang kepada bawahan maupun pemegang polis untuk menelurkan ide. Harapan saya, karyawan dan para investor bisa mendapat kepuasan sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Saya juga merasa beruntung karena bekerja sama dengan tim yang memiliki kemampuan yang luar biasa. Intinya, kami sepakat mengutamakan pelayanan bagi konsumen atau pemegang polis.

Di AIA Financial, kami semua sadar bahwa pertarungan dalam bisnis asuransi ke depan akan lebih mengutamakan kepuasan pelanggan. Makanya, kami pun harus mengimbangi dengan menelurkan produk-produk yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan konsumen. Ini tak mudah di tengah persaingan ketat seperti sekarang.

Aktifkan semua kanal
Dalam kondisi masyarakat yang belum mengetahui betul manfaat asuransi dan produk keuangan, bisnis asuransi di Indonesia membutuhkan kerja ekstrakeras. Ini betul-betul sudah saya rasakan. Untuk merumuskan hal penting, saya pernah harus meeting Jakarta–Bali dalam kurun waktu cuma sehari. Ketika itu, semua orang sudah liburan, memakai celana pendek, sementara saya dengan pakaian kantor.

Saat ini, kami memang harus berusaha keras supaya konsumen bisa merasakan manfaat dari produk kami. Dengan kantor cabang pemasaran sebanyak 36 kantor, saya harus menyusun strategi yang pas guna mencapai target.

Pertama, kami akan terus meningkatkan pelayanan lewat multidistributor kami. Misalnya, memakai agen yang kini mencapai 10.000 orang, menggunakan telemarketing agar efektif dan efesien.
Selain itu, kami juga gencar menawarkan solusi korporat. Ini adalah layanan asuransi untuk kebutuhan korporat. Lalu, kami tetap akan menjalin kerja sama dengan bank-bank swasta, pemerintah, maupun bank multinasional untuk menawarkan berbagai produk kami.

Ada delapan kerja sama bancassurance. Dengan begitu, pemegang polis bisa mengakses produk kami di 1.000 kantor cabang mereka. Kami juga telah menjalin kerja sama dengan PT Pos Indonesia dalam penjualan Jaga-Jaga dan Jaga-Jaga Plus, Rezeki.

Semua kanal distribusi itu akan terus kami aktifkan, termasuk saluran distribusi retail assurance division (RAD). Yaitu, pengembangan bisnis asuransi bekerja sama dengan pelaku bisnis ritel, seperti Matahari Supermarket, Matahari Department Store, Hypermart. Produk yang kami jual bersama mereka seperti Rezeki Series, Jaminan Sejahtera, Medisave. Respons pemegang polis sangat bagus.
Lalu, kami juga memelopori  penawaran lewat surat dan telepon yang mendayagunakan database nasabah yang ada untuk menjual produk-produk dari accident & health.

Kedua, kami juga akan terus meningkatkan pelayanan terhadap dana pensiun. Ke depan, perusahaan tidak bisa lagi mengelola dana pensiun sendiri. Untuk itulah, kami akan gencar mencari klien dari perusahaan.

Ini peluang yang sangat bagus, sehingga harus ada support yang luar biasa untuk menangani ini. Produk dana pensiun ini akan kami pasarkan melalui kantor-kantor pemasaran dan layanan yang tersebar di berbagai kota di seluruh Indonesia.

Ketiga, kami akan tetap fokus menghadirkan produk asuransi dan layanan sesuai kebutuhan pelanggan, termasuk memperluas produk syariah kami. Kami sangat serius menggarap produk syariah. Pada 21 Juni 2010 lalu, kami meluncurkan produk syariah.

Makanya, kami terus melakukan promosi ke berbagai daerah dengan mengadakan talk show di radio di lima kota, iklan di koran dan televisi. Kami yakin produk syariah ini akan menjadi penyumbang pertumbuhan pendapatan perusahaan kami ke depan.

Keempat, sebagai bentuk kepedulian kami, kami juga akan aktif dalam kegiatan corporate social responsibility. Ini menjadi komitmen kami. Untuk tujuan ini, kami kembangkan lewat AIA Village.
Lewat program ini, kami memberikan bantuan dana Rp 1 miliar ke kampung-kampung. Salah satunya di wilayah Jonggol. Di sana, kami membantu ibu-ibu arisan agar bisa mandiri dengan berwirausaha. Kami ingin menjadikan masyarakat di sana sejahtera.

Untuk itulah, kami berkomitmen untuk tetap berbisnis secara baik di pasar Indonesia.  

 

Mulyo Rahardjo - Managing Director Deltomed Laboratories

Senin, 06 September 2010

Berpromosi di masa sulit justru pilihan yang tepat

Pada tahun 1990, saya ditawari ayah saya untuk memimpin perusahaan keluarga. Padahal, awalnya, saya masih ogah-ogahan. Apalagi baru lulus kuliah. Sebagai anak muda, saya masih gengsi ikut usaha keluarga.

Saya sempat membuka usaha sendiri di bidang furnitur di Semarang, Jawa Tengah. Eh, ternyata bisnis yang saya geluti kurang berhasil. Ayah saya pun menjadi semakin keukeuh menawarkan agar saya masuk sebagai penerus usaha.

Entah dari eyang buyut, atau turunan ke berapa, keluarga kami memang penjual jamu. Pada 1967, ayah sudah punya usaha jamu lewat PT Marguna Taraluta. Produknya adalah Pilkita.

Pengembangan usaha mulai dilakukan ketika tahun 1976 sebuah perusahaan jamu asal Kalimantan berdiri. Ini adalah salah satu pesaing perusahaan kami. Sayangnya, perusahaan tersebut kemudian bangkrut dan tidak beroperasi. Pada 1989, perusahaan itu dibeli oleh ayah saya, dan diberi nama PT Deltomed Laboratories Jamu Gunung Giri. Sejak saat itu, kami mulai membenahi manajemennya. Ayah lalu menunjuk saya untuk menjadi pengelola Deltomed.

Tapi, jangan dikira saya langsung di puncak pimpinan, ya. Saya ditaruh di bagian distribusi. Tujuannya agar saya bisa mengenal seluk-beluk bisnis jamu secara mendalam. Bagian distribusi penting, karena inilah sejatinya inti bisnis apa pun: jalur distribusi yang memadai.

Bagi saya, Deltomed bisa hidup seperti sekarang juga tidak lepas dari faktor blessing in disguise alias mukjizat. Kami pernah mengalami masa sulit pada 1998. Badan terasa panas dingin saat menghadapinya. Terus terang, saya bahkan sempat merasa bingung apakah Deltomed ini diteruskan untuk hidup atau tidak.

Kala krisis keuangan itu, para pengusaha besar yang berduit tebal memilih pergi ke luar negeri. Pasar tutup, daya beli masyarakat juga menurun. Pilihan saya ketika itu cuma dua: maju atau mundur? Yang juga semakin membuat saya ragu adalah pada 1994 kami baru saja rebranding Deltomed Laboratories Jamu Gunung Giri menjadi PT Deltomed Laboratories agar berkesan modern.


Pabrik baru
Selain itu, kami juga akan meluncurkan produk baru, yakni jamu-jamu dengan bentuk pil, seperti M Kapsul dan Antangin JRG. Akhirnya, kami berdiskusi dengan pemilik dan semua direksi. Saat krisis, distribusi kami sebenarnya tidak terganggu, karena jaringan kami adalah ritel modern dan tradisional. Apalagi target market produk kami adalah semua kalangan, bukan bos-bos besar yang sudah kabur. Namun, kami mentok di bagaimana cara beriklan di saat kondisi ekonomi parah saat itu.

Yang membuat blessing dan sekaligus lucu, saya ternyata dicari oleh stasiun-stasiun televisi. Mereka meminta saya beriklan dengan biaya yang murah sekali. Saya ingat kalimat mereka: “Pak Mulyo, ayo iklan. Televisi saya sudah sepi, pengusaha pada kabur. Bayar iklannya tahun depan juga enggak apa-apa.”

Agar yakin, akhirnya kami panggil Basuki untuk menjadi brand ambassador produk kami. Kami buat tagline Antangin dengan istilah: “Wes ewes-ewes, bablas angine”. Kami juga nekat investasi untuk iklan di televisi pertama kali pada 1998, yang kami anggap waktunya sangat tidak tepat.

Apa dampaknya? Saat itu kami beriklan sendirian di tengah jalan yang sepi. Beruntung, sosok Basuki yang sering muncul di televisi membuat masyarakat cepat hafal pada iklan dengan gaya dan ciri Basuki. Kala itu, belum ada jamu tradisional berbentuk tablet seperti kami; rata-rata bubuk.

Sampai akhirnya penjualan produk kami melonjak tajam. Branding produk amat sukses, orang pun lebih kenal Antangin ketimbang Deltomed.

Bahkan, pada 2002, kami beradu dengan produsen jamu-jamu besar seperti Sidomuncul, Air Mancur, Nyonya Meneer, dan lainnya. Kami bahkan mampu mengimbangi mereka. Di beberapa daerah penjualan produk kami unggul.

Bagi saya, persaingan adalah hal yang wajar. Kompetitor utama produsen jamu sekarang, salah satunya, industri farmasi yang juga sudah masuk ke produk-produk jamu.

Namun, pertumbuhan bisnis kami tetap konsisten dengan bertumbuh sebesar 20% saban tahun. Bahkan terus menunjukkan peningkatan di pangsa pasar jamu nasional. Omzet kami kira-kira Rp 700 miliar hingga Rp 1 triliun. Untuk pangsa pasar jamu dalam bentuk kapsul, Deltomed memimpin pasar.

Seiring dengan perkembangan bisnis kami, beberapa bulan lalu, kami baru saja membangun pabrik baru di Wonogiri yang berkapasitas lima kali lipat dari pabrik sebelumnya. Luas pabrik itu kira-kira seluas 10.000 meter persegi (m²).

Pabrik itu kami siapkan untuk menghadapi lonjakan permintaan beberapa tahun mendatang. Pabrik kami sebelumnya, PT Javaplan, kami gunakan khusus untuk bisnis ekspor ekstrak bubuk jamu ke luar negeri. Sedangkan pabrik baru saya pakai untuk memenuhi kebutuhan Deltomed.

Kami juga terus mengembangkan produk. Dahulu produk kami mencapai 30 buah, kini kami persempit hingga 10 buah saja. Kami fokus pada produk yang andal di pasar. Ini penting, agar kami lebih fokus. Buat apa jualan banyak-banyak produk tapi pengaruhnya kecil?

Kami kemudian fokus menggarap pasar jamu modern. Produknya tidak hanya vitamin, tapi juga obat-obatan seperti obat batuk. Produknya pun harus lebih variatif. Tahun lalu, kami meluncurkan Antangin varian moka dan mint. Tujuannya agar bisa menyasar konsumen lebih banyak lagi.

Manajemen perlahan-lahan juga kami rombak untuk mencapai cita-cita perusahaan jamu modern. Salah satu kendala perusahaan jamu seperti kami adalah masih kentalnya budaya tradisional. Contoh jenaka adalah saat memasang AC di pabrik, beberapa karyawan pada protes karena sering masuk angin. Padahal, pabriknya tertutup dan harus punya AC. Akhirnya, saya simpulkan perubahan harus perlahan-lahan, tidak boleh langsung. Kalau langsung dirombak malah kacau.

Standar SDM kami klasifikasi pula. Sebelumnya, karyawan pabrik kami ada yang lulusan SD dan SMP. Sekarang itu tidak boleh, minimal harus SMA. Saat ini, saya mempunyai 600 karyawan. Saya lebih memilih generasi muda sebagai pemimpin perusahaan.

Kepada karyawan, saya juga menanamkan budaya disiplin, kebersihan, dan kesehatan di pabrik. Disiplin ini guna menghasilkan kualitas produk yang baik pula. Terkait kesehatan, saya janjikan hadiah bagi karyawan yang berhenti merokok. Kami mau mengubah citra perusahaan menjadi lebih baik.

Benar, kejayaan Basuki sebagai maskot Antangin sudah berlalu. Saya akui sulit bisa berulang. Namun, hidup jangan terlalu serakah. Hidup tak melulu soal duit, kan? Saya percaya akan ada peluang baru tiap tahun. Banyak orang berpikir kita melakukan promosi di waktu yang tidak tepat saat itu.

Fakta produk Antangin bicara sebaliknya. Langkah promosi kami di masa sulit justru jadi tepat. Karena salah satu produk, Antangin, bisa menghidupi Deltomed hingga detik ini.

Johari Zein - Executive Director PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir

Senin, 30 Agustus 2010

Saya ingin, di masa depan, JNE menjadi gaya hidup

Saya diajak oleh pendiri TIKI untuk mendirikan JNE pada tahun 1990. Ketika itu, tren globalisasi menggema di mana-mana. Makanya, kala JNE berdiri, kami hanya memberikan jasa layanan ke luar negeri. Adapun TIKI fokus menggarap pasar dalam negeri.

Sayang, kala itu, kami tidak sanggup bersaing dengan para pemain asing. Akhirnya, kami fokus menggarap pasar impor dengan menampung semua barang dari luar negeri ke dalam negeri lewat jaringan TIKI. Ternyata, klien kami dari luar negeri meminta kami juga menangani jaringan secara langsung, tanpa melibatkan pihak ketiga. Perlahan, JNE pun fokus membangun jaringan sendiri dan lepas dari TIKI.

Lambat laun, JNE menggarap pasar dalam negeri dan bersaing dengan TIKI. Karena pada dasarnya masih sister company, kami mencoba melakukan inovasi dengan memberikan layanan berbeda dengan TIKI. Salah satunya dengan penambahan di beberapa layanan dan standar kualitas.

Pada awalnya, langkah ini sulit. Kesan yang kami tangkap, masyarakat menganggap layanan JNE lebih mahal dari lainnya. Ini karena segmen yang kami bidik adalah segmen premium.

Kesulitan utama sejatinya ada pada brand atau merek JNE dan TIKI. Makanya, tahun 2000, kami melakukan rebranding dengan mengubah logo Tiki JNE dan cuma mencantumkan nama JNE saja.

Hal ini juga dibarengi dengan pengembangan produk dan layanan yang berbeda dengan TIKI. Misalnya, kami menyediakan jasa kurir, logistik, money remittance, hingga jasa kargo.

Sebagai sister company, secara etika bisnis, kami tidak boleh beradu harga dan layanan dengan TIKI. Namun, saya bersyukur karena industri pengiriman berkembang dan pasarnya ikut membesar.

Dengan begitu, kami tidak harus memaksa untuk berebut pasar. Awalnya, memang sulit. Tapi, perlahan kami menemukan banyak layanan baru yang tidak terpikir sebelumnya.

Dari tahun ke tahun, pertumbuhan bisnis JNE semakin baik, bahkan di atas rata-rata pertumbuhan industri. Industri sendiri bertumbuh hanya sebesar 10%–15%, namun bisnis JNE tumbuh hingga 20% tiap tahunnya. Sekarang, kami sudah memiliki jaringan lebih dari 1.500 titik di seluruh Indonesia, dari kota sampai kabupaten. Dari 1.500 titik, 1.000 titik di antaranya adalah konter yang berfungsi menerima kiriman.

Resep keberhasilan kami adalah tidak mau menunggu konsumen. Lebih baik, kami jemput bola. Kurir kami langsung menjemput barang ke rumah konsumen yang ingin mengirimkan barang. Hanya dengan menelepon, kurir kami pasti datang ke rumah untuk membantu mengirimkan barang.

Kami juga meningkatkan layanan pengiriman barang. Salah satunya dengan bekerjasama dengan perusahaan asuransi untuk memberikan perlindungan terhadap layanan pengiriman. JNE. Jadi, kalau ada barang hilang, kami bisa mengganti 10 kali lipat biaya pengiriman.

Kalau masih khawatir nilai barang tidak sesuai dengan nilai 10 kali pengiriman, kami juga menganjurkan konsumen untuk mengasuransikan barangnya. Kami berkomitmen untuk memberikan layanan yang terbaik.

Standar kami, kalau sampai perusahaan asuransi tidak membayar klaim sesuai hari yang ditentukan, kami bersedia menggantikan dengan membayar klaim konsumen. Bagi kami, barang sampai ke tujuan pelanggan adalah harga mati. Selain itu, sebanyak 170 titik jaringan kami juga sudah online. Ini juga memudahkan kami untuk mengawasi pengiriman barang.

Satu lagi layanan inovatif yang kami miliki adalah Pesona. Pesona adalah pesanan oleh-oleh Nusantara. Setiap orang bisa saling mengirimkan makanan khas daerah tertentu ke sanak keluarga di daerah lain.

Contohnya, kalau mau kasih oleh-oleh kerupuk bangka ke keluarga di Jakarta, tidak usah repot datang ke Bangka. Telepon kami, dan kami akan carikan toko kerupuk yang terkenal di Bangka dan segera kami kirimkan. Makanan apa saja bisa kami layani. Kami bahkan pernah mencoba mengirim es krim dari Jakarta ke Medan lewat JNE dan berhasil.

Meski umurnya baru beberapa bulan, minat masayarakat atas layanan Pesona luar biasa. Pertumbuhan bisnisnya mencapai 400% setiap bulannya. Rencananya, kami juga akan melayani jasa pengiriman lain seperti kerajinan dan obat-obatan.

Memberi layanan terbaik  

Bulan lalu, JNE melakukan beberapa inovasi.
Pertama, kami baru saja membuka bisnis baru, yakni trucking. Ini adalah layanan pengiriman barang-barang kebutuhan pokok. Untuk itu, kami baru saja membeli 10 truk tronton untuk mengangkut barang-barang kebutuhan pokok itu.

Satu truk membutuhkan biaya sebesar Rp 1 miliar. Seperti juga layanan lainnya, kami juga punya standar khusus, layanan trucking juga harus sama dengan jasa ekspres. Maka, kami melengkapi truk dengan GPS agar terpantau.

Kedua, kami juga baru saja menandatangani kerjasama dengan perusahaan pengiriman barang, UPS. Konsumen kami sekarang bisa mengirimkan barang ke luar negeri lewat UPS. Sebelumnya, kami hanya bisa menerima barang dari luar negeri. Kerjasama dengan UPS ini merupakan salah satu langkah untuk memperluas jaringan sampai dan ke luar negeri, selain tentu di dalam negeri.

Ketiga, kami berencana terjun ke bisnis surat-menyurat di bawah 500 gram. Sebelumnya, bisnis ini adalah monopoli PT Pos Indonesia. Pencabutan aturan monopoli ini membuka peluang bagi kami. Agar menarik, kami tentu harus punya konsep menarik yang berbeda dengan PT Pos. Saat ini kami menunggu aturan pemerintah yang mengatur soal bisnis ini.

Berbagai inovasi ini kami butuhkan karena ke depan, kami ingin menjadikan JNE sebagai gaya hidup. Karena, layanan kami memudahkan siapa saja, seperti internet yang bisa memberikan kemudahan akses jaringan ke siapa saja. Kami juga ingin menjadi trendsetter dan menjadi perusahaan dengan standar kelas dunia.

Langkah ini bisa kami tempuh bila syarat utama sukses dalam bisnis jasa, yakni customer satisfaction, tetap kami pegang. Jadi, layanan terbaik adalah harga mati. Karena itu, sangat wajar kalau kami harus punya SDM yang handal.

Kami terus berupaya memiliki SDM yang punya kecerdasan profesional, emosional, atau kecerdasan bersosialisasi, kecerdasan spiritual atau moral, serta memiliki kecerdasan fisikal atau tubuh yang sehat. Untuk itu, kami membentuk divisi yang bisa menciptakan SDM berkualitas.

Departemen HRD kami memiliki empat divisi, yakni intelektual, training, spiritual, dan fisikal. Divisi intelektual berhubungan dengan pekerjaan, sedangkan emosional melakukan kegiatan outbound serta memberikan training. Sementara, divisi spiritual mengatur kegiatan keagamaan seperti doa bersama satu minggu sekali, tergantung dari agama masing-masing. Adapun divisi fisikal berhubungan dengan aktivitas kebugaran badan karyawan.

Tak mudah menjadi pemimpin perusahaan jasa seperti JNE. Menawarkan layanan ke konsumen juga bukan hal mudah. Tapi, tentu kita tidak akan mau berkutat terus menerus dalam kesulitan. Setiap masa selalu ada tantangannya, tapi kita tetap harus maju menghadapi tantangan itu.   
 

Zulkifli Zaini - Presiden Direktur PT Bank Mandiri Tbk

Senin, 23 Agustus 2010

Sifat detail akan saya pertahankan

Zulkifli Zaini bukan orang baru di Bank Mandiri. Dia ingin, di bawah kendalinya, lima tahun ke depan Bank Mandiri tak hanya berdiri sebagai bank, tapi juga berperan sebagai sebuah holding yang besar dan kuat; bukan hanya  menjadi pemain lokal, melainkan berjaya di kawasan ASEAN. Zulkifli memaparkan strateginya memimpin bank terbesar ini kepada wartawan KONTAN Titis Nurdiana dan Azis Husaini, usai berbuka puasa, Rabu (18/8) lalu. 

Saat banyak orang berspekulasi soal pencalonan Direktur Utama Bank Mandiri, saya memilih berdiam diri. Bahkan, saat nama saya disebut-sebut, saya tidak melakukan lobi-lobi khusus untuk bisa menduduki jabatan ini.

Sebagai seorang profesional, saya hanya bekerja seperti apa yang atasan minta. Tetapi, saya tetap memiliki sistem dalam bekerja. Misalnya, jika atasan saya menargetkan pekerjaan saya seminggu harus selesai, saya akan menyelesaikan tiga hari. Saya berusaha tetap komitmen dengan sistem kerja saya. Bukan itu saja, saya juga mempunyai karakter detail dalam bekerja. Ini bisa Anda tanyakan kepada rekan di tim saya. Sewaktu saya menjabat direktur komersial, misalnya, setiap pagi saya selalu mengirim pesan ke bawahan saya mengenai instruksi pekerjaan. Saya ingin apa yang saya sampaikan sesuai dengan eksekusi yang akan terjadi. Sedapat mungkin saya juga selalu menyampaikan strategi saya kepada bawahan.

Sekarang saya sudah menjadi direktur utama. Sifat detail saya tetap akan saya pertahankan dalam membangun bisnis Bank Mandiri dan anak perusahaan. Untuk itu, ke depan, saya tidak ingin Bank Mandiri dikenal hanya sebatas bank. Saya ingin perusahaan ini dilihat sebagai sebuah holding, dengan anak-anak usaha yang bisa tumbuh sama bagusnya dengan perusahaan induk.

Ini sejatinya sudah tecermin dari logo bank. Sekarang tidak ada lagi logo bank di depan nama Mandiri. Ini juga berarti kami ingin tumbuh sebagai sebuah holding yang besar sekaligus kuat. Selama ini anak perusahaan memang tidak terlalu terlihat kinerjanya karena memang tidak terlalu diekspos.

Tetapi, kalau mau tahu, kinerja anak perusahaan, seperti Bank Syariah Mandiri, Mandiri Sekuritas, AXA Mandiri, Mandiri Tunas Finance, dan yang lainnya mampu menyumbangkan 10% laba Bank Mandiri pada Juni 2010 lalu.

Displin dan tepat waktu
Ke depan, saya harapkan sumbangan mereka akan terus membesar. Ini berarti anak perusahaan sangat penting bagi Mandiri. Kami ingin tumbuh dan besar bersama. Namun, kami belum berpikir untuk melantaikan anak perusahaan seperti Bank Syariah Mandiri ke bursa karena size-nya memang belum terlalu besar.

Anak perusahaan lain yang juga terus tumbuh adalah AXA Mandiri. Di setiap cabang Bank Mandiri pasti ada counter AXA Mandiri. Itu artinya apa? Kami juga serius melakukan joint venture dalam bisnis ini. Makanya, pemegang saham AXA sangat senang dengan kami.

Mereka juga tidak keberatan kami menjadi pemegang saham mayoritas. Kalau sebelumnya, porsi kami di AXA Mandiri hanya 49%, tak lama lagi kami akan memiliki 51% saham AXA Mandiri. Sekarang dalam proses penandatangan, dan insya Allah akan beres pada akhir Agustus atau September.

 Kalau ini sudah done, laporan keuangan AXA Mandiri akan terkonsolidasi dengan kami. Artinya, kami akan lebih leluasa melakukan cross sharing dengan anak perusahaan. Dengan begitu, harapan kami anak perusahaan bisa menjadi besar bersama kami.

Nasabah Bank Mandiri yang butuh produk perbankan syariah akan kami arahkan ke Bank Syariah Mandiri. Nasabah yang membutuhkan kredit mobil atau sepeda motor akan kami arahkan ke Mandiri Tunas Finance. Begitu pula yang lain.

Untuk itulah, saya akan menyiapkan sumber daya manusia yang andal. Caranya adalah membajak dari bank lain untuk posisi tertentu saja, atau kami melakukan training sendiri karena kami memiliki training center sendiri. Di setiap divisi kami juga memiliki semacam akademi untuk mendidik tenaga kerja kami.

Namun, untuk jabatan strategis dan krusial, kami memilih membajak. Hal ini sangat lumrah karena ketatnya persaingan. Untuk itu kami harus memiliki SDM yang cakap. Untuk semua perusahaan, saya selalu katakan bahwa SDM adalah sebuah aset, harus dijaga, dan terus dikembangkan kemampuannya.
Dalam bisnis, saya akan terus mengembangkan electronic channel. Sebab, electronic channel seperti ATM, SMS banking, internet banking, dan lainnya sangat berperan dalam transaksi perbankan di Mandiri.

Asal tahu saja, transaksi melalui cabang sekarang juga terus menyusut, hanya tinggal 20%. Sementara yang menggunakan electronic channel mencapai 80%. Ini berarti, ke depan gaya hidup orang bertransaksi akan menjadi lebih mobile. Untuk itu kami akan terus menambah jumlah ATM dan melakukan inovasi transaksi elekronik karena kami ke depan akan menjadi pemain besar dengan menjadi bank transaksi.
Strategi yang kami kembangkan sebetulnya tak banyak berubah. Mungkin yang akan berubah adalah eksekusinya, yakni lebih disiplin dan tepat waktu.
Pertama, pada basic business Bank Mandiri adalah wholesale. Tak bisa dipungkiri kalau semua perusahaan besar adalah nasabah kami. Ke depan, kami akan masuk ke retail payment dengan membidik kredit kepada para distributor dan sub-distributor perusahaan besar seperti Indosat, Telkomsel, dan lainnya. Selama ini, kami belum masuk pasar tersebut. Padahal, jumlahnya sangat besar. Untuk itu kami akan masuk, membantu mereka.

Kedua, kami juga akan masuk ke kluster-kluster, misalnya memberikan kredit kepada para pedagang besar di Tanah Abang, Pasar Solo, Pasar Semarang, Pasar Jogja, Pasar di Bandung, dan Pasar Atom di Surabaya. Untuk itu kami akan sangat agresif membuka cabang mikro di sana, sekaligus memasang ATM. Ini akan menjadi komitmen kami menjadi bank kedua terbesar dalam memberikan kredit di mikro dalam waktu dekat. Saat ini sudah ada 500 outlet mikro, ke depan akan tambah sampai 1.000 outlet.

Ketiga, saya juga akan mengembangkan Mandiri Tunas Finance. Saya lihat, ada potensi pasar yang sangat besar, suntikan dana tentu akan kami berikan. Saya rasa size Bank Mandiri lebih dari cukup untuk membantu dalam upaya ekspansi usaha anak perusahaan.

Selain itu, kami akan bekerjasama dengan perusahaan asuransi umum di luar negeri untuk membuat perusahaan patungan atau joint venture. Sekarang dalam proses pembicaraan. Mudah-mudahan akhir tahun ini sudah ada kabar siapa yang akan kami ajak kerjasama.

Keempat, kami akan menargetkan penerbitan saham baru (rights issue) perusahaan sebesar 7% dengan target meraup dana sebesar Rp 13 triliun–Rp 14 triliun. Dana tersebut diharapkan mampu meningkatkan permodalan perseroan. Target dana tersebut diperoleh dari perhitungan jumlah saham yang bakal dilepas sebanyak
2,4 miliar dikalikan harga saham per 30 Juni 2010 Rp 6.000 per lembar.

Saya berharap pelaksanaan rights issue dapat dilaksanakan pada tahun ini. Perhitungan manajemen, jika laporan keuangan menggunakan laporan 31 Juli 2010, rights issue bisa kami laksanakan pada 13 Desember 2010.

Saya berharap tanggal tanggal 13 Desember adalah batas terakhir pelaksanaan rights issue. Pelaksanaan mundur akan mengurangi minat dari para investor. Saya khawatir jika tanggal 15 Desember investor sudah banyak yang berlibur.

Dengan berbagai macam strategi tersebut, Bank Mandiri sebagai holding di lima tahun ke depan akan sangat beda. Dalam kurun itu, kami akan agresif di semua pasar untuk terus menumbuhkan market cap yang saat ini Rp 125 triliun. Lihat saja aset kami yang tumbuh sampai Rp 402 triliun. Ini sejarah bagi Bank Mandiri.

Lima tahun ke depan, yakni pada tahun 2015, kami berharap market cap kami bisa mencapai Rp 225 triliun. Ini juga akan menjadi tonggak bagi kami menjadi salah satu pemain besar di ASEAN.  
 

Gilarsi Wahju Setijono - CEO Shafira Corporation Enterprise

Senin, 16 Agustus 2010

Jika bayar pakai kacang, pasti cuma dapat monyet

TAK banyak orang tahu bahwa PT Shafira Corporation Enterprise, perusahaan ritel busana Shafira, pernah hampir bangkrut pada 2006–2008. Bersama pengurus, pemilik Shafira pergi ke Manila, Filipina, menemui Gilarsi Wahyu Setijono agar bersedia menyelamatkan Shafira. Ternyata, di bawah kendali Gilarsi, Shafira berhasil bangkit lagi. Dia menceritakan pengalaman menyelamatkan Shafira kepada wartawan KONTAN Azis Husaini, Rabu (4/8) lalu.

Shafira bukan perusahaan baru bagi saya. Saya termasuk orang yang pernah mendorong berdirinya perusahaan ini. Waktu itu, kami tidak sengaja mencetuskan ide bisnis ini di Masjid Salman, Institut Teknologi Bandung (ITB).

Berdiri tahun 1989, saya hanya sebatas sebagai penasihat di Shafira. Kegiatan tersebut saya lakukan sembari berkarier di sebuah perusahaan keramik di Semarang, milik Bakrie. Setelah itu saya lompat ke perusahaan lampu, Philips, selama 12 tahun. Terahir saya duduk sebagai direktur bagian Asia Pacific, berkantor di Manila, Filipina. Setelah itu, saya bergabung ke Merrill Lynch Investment sebagai managing director wilayah Thailand, China, dan Filipina. Dari sisi finansial, saya sudah aman dan nyaman.

Namun, ketika pemilik Shafira datang ke Manila untuk menemui saya dan meminta memegang kendali perusahaan itu, saya langsung luluh. Saya menerima tawaran tersebut karena kedekatan emosional. Kami pernah bersama-sama mendirikan Shafira.

Saat datang pada tahun 2007, mereka menceritakan bisnis Shafira yang terus merugi. Mereka ingin saya membenahi dan membawa Shafira bangkit. Setelah berdiskusi dengan istri, kami memutuskan kembali ke Indonesia. Butuh waktu setahun agar bisa keluar dari perusahaan finansial Amerika Serikat itu karena saya harus mencari orang yang tepat untuk menggantikan posisi saya.

Investasi dan ekspansi
Terus terang, pada saat itu, saya tidak terlalu mengerti soal industri fashion, sebab latar pendidikan saya adalah insinyur kimia. Tapi, sebagai pemimpin, saya tahu mana bisnis yang masuk akal dan mana yang tidak masuk akal. Itulah yang saya pakai sebagai patokan dalam pembenahan di Shafira.

Pertama, yang saya lakukan ketika memimpin Shafira adalah dengan berkonsolidasi. Saya memberikan ruang untuk berdiskusi, ke mana arah bisnis Shafira ke depan.

Saat itu, saya berani berkesimpulan bisnis Shafira tidak fokus. Untuk itu saya melakukan banyak pembenahan. Pertama, saya memutuskan untuk memusatkan logistic center ke satu tempat. Waktu itu pusat logistik kami terpencar-pencar. sehingga pengiriman bahan baku tidak pernah tepat waktu. Ini yang membuat produksi terhambat.

Bersamaan dengan itu, saya mulai memberikan tema untuk 22 outlet Shafira yakni reborn, artinya lahir kembali. Konsep outlet saya ubah dengan produk yang lebih beragam, dan setiap tiga bulan sekali tren fhasion-nya harus berubah.

Kedua, saya juga mempersiapkan rencana ekspansi. Salah satu yang penting dalam sistem ini adalah menciptakan proses real time. Caranya, kami berinvestasi IT asal Italia. Teknologi ini mampu menampilkan seluruh proses produksi Shafira, dari pengolahan bahan baku, produk jadi, pengiriman ke outlet, sampai jatuh ke tangan konsumen. Seluruh proses ini terpantau di layar besar.

Melalui layar tersebut, saya bisa melihat di mana saja proses yang gagal dan dengan sekejap saya hentikan. Selama ini, kerugian yang dialami Shafira karena proses dari awal sampai akhir tidak terpantau.

Banyak kesalahan produksi yang tidak bisa dihentikan di tengah jalan karena tidak ada yang tahu. Teknologi ini memungkinkan itu semua terdeteksi. Manajemen perusahaan juga menjadi lebih transparan.

Ketiga, masalah sumber daya manusia (SDM). Saat awal saya di Shafira, jumlah karyawan hanya 300 orang dan sekarang sudah mencapai 700 orang dengan jumlah perajin mencapai 3.000 orang, termasuk para perancang. Penambahan jumlah karyawan beriringan dengan membaiknya usaha kami.
Dalam sebuah perusahaan apa pun, SDM harus diyakini sebagai faktor penting. Saya berani membayar mahal para pekerja di Shafira. Istilahnya di atas harga pasar. Saya berkeyakinan, jika membayar dengan kacang pasti dapatnya monyet. Jadi, saya tidak mau membayar SDM seadanya.

Selain itu, saya juga kerap memberi asupan pendidikan ke karyawan. Bagi para perancang busana, saya sering mendatangkan desainer luar negeri untuk memberikan pendidikan kepada perancang Shafira.

Kami juga terus ikut dalam mencetak desainer busana muslim. Untuk itu, kami bekerja sama dengan beberapa pihak yang penyelenggara Lomba Rancang Busana Muslim (LRBM) dan Indonesian Islamic Fashion Fair (IIFC).

Dengan mengusung konsep eco-fashion, para peserta harus bisa mengetengahkan unsur-unsur bahan atau materi yang ramah lingkungan dalam hasil rancangan busana mereka. Selain itu, kami ingin eco-fashion bisa diaplikasikan dalam sebuah rancangan busana yang apik dan terjangkau dari sisi ekonomi.

Dengan cara seperti ini, kami bisa menjaring SDM yang berkualitas sekaligus membuat desainer mandiri. Jangan salah, banyak sekali desainer busana muslim di Indonesia yang dibajak oleh para produsen besar luar negeri. Untuk itulah, kami mengajak para desainer itu menjadi wirausaha.

Keempat, sebagai bukti kebangkitan kami, selama bulan puasa ini kami juga sudah siap menampilkan sedikitnya 105 setel koleksi terbaru busana muslim untuk menyambut Ramadan dan Lebaran 1431 Hijriah. Koleksi yang kami angkat dominan dengan warna cokelat, merah marun, hijau, dan biru.

Kami menampilkan padu padan etnik dari batik, tenun Makassar, dan bahan polos seperti sifon, sutra, dan katun. Tema yang kami angkat adalah unsur etnik Indonesia yang memadukan kemewahan etnik Maroko menjadi sebuah karakter yang kami beri nama eklektik mediterania.

Perubahan yang masih menjadi misi Shafira tahun ini juga kami aplikasikan dalam rancangan busana. Koleksi kami tampil minimalis dan praktis. Harga busana yang akan luncurkan saat Ramadan berkisar Rp 40.000 sampai Rp 15 juta per setel, tergantung dari keinginan konsumen.

Kelima, sebagai wujud sosial Shafira kepada para guru, kami juga menyerahkan sebanyak 1.000 unit laptop kepada para guru di berbagai daerah Indonesia. Rencananya, dalam lima tahun ke depan kami akan membagikan sebanyak 10.000 laptop kepada para guru.

Laptop ini kami tujukan untuk para guru honorer yang bertugas di daerah terpencil. Tujuannya, memberikan mereka fasilitas belajar mengajar serta pengembangan skill guru dalam menguasai sarana teknologi komputer.

Terakhir, kami juga akan memperlebar sayap bisnis dengan membuat outlet di beberapa negara yang penduduk muslimnya banyak. Misalnya, kami akan membuka outlet di Abu Dhabi, Saudi Arabia, London, Paris, hingga New York.

Saat ini kami tengah melakukan persiapkan untuk mewujudkan rencana ekspansi tersebut. Kami juga masih akan terus melakukan branding di beberapa negara melalui penyelenggaraan fashion show.

Sekarang, Shafira sudah terlepas dari masalah krisis keuangan. Sekarang tinggal bagaimana kami menyusun kembali arah bisnis dengan memperjelas visi dan misi perusahaan sebagai perusahaan busana muslim yang mendunia.